Bolehkan Olshop Sebar Isi Chat Customer & Ajak Blacklist? Ini Hukumnya

Jum'at, 23/04/2021 23:28 WIB
Ilustrasi perlindungan data pribadi. (Foto: Elsam)

Ilustrasi perlindungan data pribadi. (Foto: Elsam)

law-justice.co - Apakah dibenarkan secara hukum yang berlaku sistem blacklist yang dilakukan olshop yang marak terjadi dengan menyebarkan foto, data diri, dan isi chat costumer atau pembeli?

Lantas apakah hal tersebut termasuk pencemaran nama baik? Dan dapatkah olshop dituntut atau digugat secara hukum?

Berikut penjelasan secara hukum terkait hal tersebut seperti melansir hukumonline.com.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, dapat diasumsikan bersama bahwa yang dimaksud dengan foto, data diri, dan isi chat costumer/pembeli adalah data pribadi yang berupa identitas, kode, simbol, huruf atau angka penanda personal seseorang yang bersifat pribadi.

Selanjutnya, dapat juga diasumsikan olshop yang dimaksud adalah kependekan dari online shop yaitu tempat di mana terjadinya transaksi penjualan barang atau jasa melalui internet.

Kemudian perlu disampaikan sepanjang penelusuran, saat ini Indonesia masih belum memiliki regulasi khusus mengenai perlindungan data pribadi dalam suatu undang-undang tersendiri.

Meski demikian, ada peraturan yang mengatur mengenai larangan untuk menyebarkan data diri orang lain tanpa persetujuan orang yang memilikinya.

Melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) memang belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus, tapi dalam Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 disebutkan:

Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

Adapun dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights), yang mengandung pengertian:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Bagi setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana tersebut di atas dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.[1]

Sehingga, secara singkat pemilik data pribadi yang digunakan tanpa izinnya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.

Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik

Lebih lanjut, mengenai apakah ajakan blacklist oleh olshop dengan menyebarkan foto, data diri, dan isi chat costumer/pembeli dibenarkan secara hukum atau tidak dan apakah termasuk pencemaran nama baik. Maka, Anda harus memahami terlebih dahulu pengertian dokumen elektronik dan informasi elektronik.

Informasi elektronik menurut Pasal 1 angka 1 UU 19/2016 berbunyi:

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Kemudian definisi dokumen elektronik berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU 19/2016:

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Sementara itu, mengenai pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”):

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pelaku pelanggaran perbuatan di atas diancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[2]

Namun perlu digarisbawahi, parameter untuk menentukan pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tidak dijelaskan secara rinci, sehingga ketentuan ini sering disebut dengan “pasal karet”.

Hal ini karena pemaknaan penghinaan dan/atau pencemaran memiliki arti yang relatif. Untuk membuktikan secara lebih akurat kata atau kalimat bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, biasanya aparat penegak hukum akan menggunakan ahli bahasa atau ahli ilmu sosial lainnya.

Selain itu, muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik harus menyatakan secara jelas identitas yang dihina, misalnya mengacu kepada orang pribadi (natural person), gambar (foto), data diri, riwayat hidup seseorang, atau informasi lain yang berkaitan.

Patut diperhatikan, dikutip dari Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Delik Biasa atau Aduan? secara historis Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Sehingga menurut hemat kami, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tetap mengacu pada Bab XVI KUHP tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 sampai dengan 321 KUHP.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, hinaan diartikan sebagai cercaan, nistaan. Sedangkan penghinaan yaitu proses, perbuatan, cara menistakan. Adapun arti menghina yaitu merendahkan, memandang rendah, memburukkan nama baik orang lain, menyinggung perasaan orang, memaki-maki. Jadi, di sini hanya ditegaskan pada pribadi seseorang.

Simpulan

Menjawab pertanyaan Anda, jika kita mencermati dan mengacu pada ketentuan hukum di atas, maka perbuatan olshop yang mengajak melakukan blacklist dengan cara menyebarkan data pribadi merupakan perbuatan melawan hukum, dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi.

Lebih lanjut, apabila olshop tersebut menyebarkan data pribadi yang disertai dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik, maka dapat melaporkan yang bersangkutan ke kepolisian dengan dasar penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana diatur Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016.

Selain itu yang perlu digarisbawahi yang berhak membuat laporan polisi secara langsung adalah korban yang merasa dirugikan sebab tindak pidana pencemaran baik merupakan delik aduan.[3]

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, diakses pada 13 April 2021, pukul 13.00 WIB.

[1] Pasal 26 ayat (2) UU 19/2016
[2] Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016
[3] Pasal 45 ayat (5) UU 19/2016

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar