Imbau Tahan Diri, Paus Fransiskus Minta Rusia & Ukraina Hindari Perang

Rabu, 21/04/2021 08:13 WIB
Imam tertinggi Umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus. (iNews)

Imam tertinggi Umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus. (iNews)

law-justice.co - Pemimpin Gereja Katolik Roma Vatikan, Paus Fransiskus, menganjurkan supaya Rusia dan Ukraina saling menahan diri untuk menghindari peperangan dan membuka ruang dialog untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi.

"Saya lihat dengan cermat ada peningkatan kegiatan militer. Tolong, saya sangat berharap bahwa peningkatan ketegangan dapat dihindari, dan sebaliknya, harus mampu memberikan rasa saling percaya dan mendukung rekonsiliasi dan perdamaian yang sangat perlu dan diinginkan," kata Paus Fransiskus dalam khotbah di Alun-alun St. Peter, Vatikan, pada akhir pekan lalu, seperti melansir cnnindonesia.com.

"Kepada siapa saja yang mendengarkan keresahan saya dan doa saya, resapi dalam hati situasi kemanusiaan yang sangat sulit yang akan dihadapi penduduk di sana," ujar Paus Fransiskus.

Ukraina menuduh Rusia mengerahkan sebanyak 41 ribu serdadu di sepanjang wilayah perbatasan sebelah timur, dan 42 ribu tentara di Krimea.

Hal itu membuat Ukraina mewaspadai situasi karena peperangan seperti yang terjadi pada 2014 silam bisa kembali terulang.

Meski kedua negara dan kelompok pemberontak separatis meneken perjanjian gencatan senjata, tetapi kontak tembak masih terus terjadi. Menurut catatan Ukraina, sejak awal 2021 sudah hampir 30 orang tentara mereka tewas dalam baku tembak dengan kelompok pemberontak separatis yang didukung Rusia.

Ukraina menuduh Rusia memicu ketegangan dengan mengirim puluhan ribu pasukan. Sedangkan Rusia beralasan pengiriman pasukan itu untuk memperkuat pertahanan mereka karena Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) juga menambah pasukan di wilayah dekat perbatasan negara mereka.

Rusia juga menuduh Ukraina yang terus melakukan provokasi militer di sepanjang garis demarkasi yang memisahkan kawasan konflik.

Menurut Amerika Serikat dan NATO, pengerahan pasukan yang dilakukan Rusia kali ini jauh lebih besar dari 2014 silam.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar