Vaksin Terawan Pakai Metode Sel Dendritik, ini Penjelasan Ahli

Selasa, 20/04/2021 17:15 WIB
Ilustrasi sel Dendritik (Depositpos)

Ilustrasi sel Dendritik (Depositpos)

law-justice.co - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik.

Penandatanganan tersebut disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy yang berlangsung di Markas Besar Angkatan Darat (Mabes AD), Jakarta, Senin (19/4/2021).

"(Penelitian berbasis pelayanan sel dendritik) untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2," demikian keterangan tertulis Dinas Penerangan Angkatan Darat (Dispen AD), Senin (19/4/2021).

Berdasarkan kesepakatan tersebut, penelitian nantinya dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.

Selain memedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, penelitian ini juga bersifat autologus. Artinya, penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.

Metode sel dendritik Seperti disebutkan dalam berita sebelumnya, ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo menjelaskan bahwa sel dendritik adalah sel di dalam tubuh yang mengajari sel B untuk memproduksi antibodi.

Pada vaksin konvensional atau yang umum dipakai mengandalkan sel dendritik yang ada di dalam tubuh. Sementara sejak awal kemunculannya, vaksin Nusantara selalu mengunggulkan akan menjadi vaksin personal karena berbasis sel dendritik.

Ini artinya, pembuatan vaksin Nusantara mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh, kemudian memasukkan sel ke dalam tubuh lagi setelah diberi antigen.

Terapi sel dendritik yang biasa diterapkan untuk pengobatan kanker ini pun harganya terbilang sangat mahal karena metode atau proses pengerjaannya yang sulit. "Dulu ada perusahaan yang mencoba mengapitalisasi ini, gagal bangkrut dia karena mahal sekali.

Biayanya itu sampai (Rp) 1 miliar kalau enggak salah, untuk satu pasien," kata Ahmad. Ahmad menjelaskan, penerapan vaksin Nusantara yang digagas Terawan adalah mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh orang yang akan divaksin, kemudian memasukkannya lagi.

Cara mengeluarkan sel dendritik, ahli akan mengambil darah orang yang akan divaksin. Usai diambil darahnya, relawan diperbolehkan pulang agar ahli dapat menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.

Di dalam darah ada berbagai macam sel, dari sel darah merah, sel darah putih, termasuk sel prekursor dendritik. "(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor," jelas Ahmad.

Nah, setelah darah diambil dari relawan atau orang yang akan divaksin, ahli kemudian akan menumbuhkan sel prekursor dendritik secara spesifik. "Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga dihilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik," papar dia.

Sel prekursor dendritik ini ditumbuhkan di cawan laboratorium. Pada sel prekursor tersebut nantinya diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik.

"Pada masa inkubasi itu kan perlu waktu, sekitar dua sampai tiga hari. Pada masa itu juga diberikan antigen (ke sel dendritik). Jadi antigennya tidak disuntikkan ke orang, tapi diberikan langsung ke sel dendritik (di laboratorium)," ungkap Ahmad.

Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke relawan yang sama. Darah yang diambil dari relawan A, sel dendritiknya akan dikembalikan lagi ke A, bukan C atau D.

Pandu Riono selaku epidemiolog Universitas Indonesia menambahkan, terapi sel dendritik sebelumnya banyak digunakan untuk terapi kanker yang bersifat individual.

Vaksin dendritik tersebut diberikan untuk imunoterapi kanker, bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik, melainkan karena setiap orang sel dendritiknya bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda.

Dalam hal ini, kata Pandu, yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut. "Jadi pada imunoterapi kanker, sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," kata Pandu.

Untuk terapi kanker sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut. "Sementara pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," jelasnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar