J&J Buka Suara Soal Efek Pembekuan Darah Mirip Vaksin AstraZeneca

Sabtu, 17/04/2021 15:24 WIB
Vaksin Covid-19 Jhonson&Jhonson (Bisnis)

Vaksin Covid-19 Jhonson&Jhonson (Bisnis)

law-justice.co - Ilmuwan Johnson & Johnson (J&J) membantah pernyataan dari jurnal medis utama yang menyebutkan bahwa vaksin yang diproduksinya mirip dengan milik AstraZeneca. Kemiripan ini yang disebut-sebut sebagai alasan bahwa kedua vaksin ini menyebabkan efek langka, pembekuan darah di otak bagi beberapa penerima vaksin.

Hal ini disampaikan oleh ilmuwan J&J sebuah surat di New England Journal of Medicine. Bantahan tersebut disampaikan Macaya Douoguih, seorang ilmuwan dari divisi vaksin Janssen J&J dan rekannya.

Dilansir dari Reuters, dia menunjukkan bahwa vektor yang digunakan dalam vaksinnya dan milik AstraZeneca sangat berbeda. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan efek biologis yang sangat berbeda.

Secara khusus, mereka mencatat bahwa vaksin J&J menggunakan adenovirus manusia sedangkan vaksin AstraZeneca menggunakan adenovirus simpanse. Selain itu, vektornya juga berasal dari keluarga atau spesies virologi yang berbeda dan menggunakan reseptor sel yang berbeda untuk memasuki sel.

Vaksin J&J diklaim memikiki mutasi untuk menstabilkan protein lonjakan virus corona yang digunakan vaksin untuk menghasilkan respons imun, sedangkan vaksin AstraZeneca tidak.

"Vektornya sangat berbeda," kata Dr. Dan Barouch dari Center for Virology and Vaccine Research di Harvard`s Beth Israel Deaconness Medical Center di Boston, yang membantu merancang vaksin J&J.

"Implikasi masalah dengan satu vektor untuk vektor lainnya tidak jelas pada saat ini," kata dia dalam sebuah wawancara pekan ini.

Ilmuwan J&J mengatakan dalam surat itu tidak ada cukup bukti untuk mengatakan vaksin mereka menyebabkan pembekuan darah dan mereka terus bekerja dengan otoritas kesehatan untuk menilai data.

Untuk diketahui, pekan ini Amerika Serikat menghentikan distribusi vaksin J&J untuk menyelidiki enam kasus bekuan darah otak langka yang dikenal sebagai trombosis sinus vena serebral (CVST). Ini juga disertai dengan jumlah trombosit darah yang rendah, pada wanita AS di bawah usia 50 tahun, dari sekitar 7 juta orang yang divaksin.

Gumpalan darah pada pasien yang menerima vaksin J&J sangat mirip dengan 169 kasus di Eropa yang dilaporkan dengan vaksin AstraZeneca, dari 34 juta dosis yang diberikan di sana.

Kedua vaksin tersebut dibuat dengan teknologi baru yang menggunakan versi modifikasi dari adenoviruses, yang menyebabkan flu biasa, sebagai vektor untuk mengirimkan instruksi ke sel manusia.

Laporan tersebut diterbitkan awal pekan ini oleh Kate Lynn-Muir dan rekannya di Universitas Nebraska, yang menegaskan bahwa gumpalan darah langka ini bisa terkait dengan vektor adenoviral vaksin.

Dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada hari Kamis, Dr. Anthony Fauci, ahli penyakit menular AS dan penasihat Gedung Putih, mengatakan fakta bahwa keduanya adalah vaksin vektor adenovirus adalah petunjuk yang cukup jelas bahwa kasus tersebut dapat dikaitkan ke vektor.

"Entah itu alasannya, saya tidak bisa memastikannya, tapi yang pasti itu menimbulkan kecurigaan," terangnya.

Panel penasihat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS direncanakan bertemu pada 23 April untuk menentukan apakah jeda penggunaan vaksin J&J dapat dicabut.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar