Modus Baru Mafia Tanah Saling Gugat Pakai Surat Palsu di Pengadilan

Sabtu, 17/04/2021 00:01 WIB
Ilustrasi Protes terhadap praktik Mafia Tanah (medcom.id)

Ilustrasi Protes terhadap praktik Mafia Tanah (medcom.id)

law-justice.co - Aksi pelaku mafia tanah berinisial DM (48) dan MCP (61) menggunakan modus saling menggugat perdata di Pengadilan Negeri Tangerang untuk mengakuisisi lahan seluas 45 hektare di kawasan Alam Sutera, Pinang, Kota Tangerang.

Mereka menggunakan surat-surat palsu untuk mengajukan gugatan tersebut. Meski memakai surat palsu, gugatan mereka diproses PN Tangerang. PN Tangerang mengeluarkan surat Penetapan Eksekusi Nomor 120/PEN.EKS/2020/PN.Tng pada 28 Juli 2020. PN Tangerang menuturkan alasan mengeluarkan keputusan itu.

Humas PN Tangerang Arief Budi Cahyono mengungkapkan, dalam gugatan perdata, pengadilan harus memediasi pihak-pihak yang bersengketa sebelum memeriksa pokok perkara. "Begitu para pihak yang bersengketa hadir di sidang perdata, berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016, harus menempuh proses mediasi sebelum diperiksa pokok perkaranya," papar Arief kepada awak media, Jumat (16/4/2021).

Dalam proses mediasi, DM dan MCP kemudian berdamai dan menyepakati pihak yang menjadi pemilik lahan yang disengketakan. Mediator diduga tidak memeriksa surat-surat yang mereka bawa, termasuk dokumen kepemilikan lahan.

"Mungkin mediator pada saat itu tidak memeriksa alat-alat bukti seperti dokumen-dokumen kepemilikan lahan 45 hektare karena mereka (DM dan MCP) sepakat untuk berdamai," ujar Arief.

PN Tangerang tidak mengetahui keaslian dokumen yang digunakan DM dan MCP karena agenda sidang belum memasuki pemeriksaan pokok perkara. PN Tangerang baru mengetahui surat-surat yang digunakan DM dan MCP ternyata palsu setelah keduanya ditangkap aparat kepolisian.

"Belakangan (setelah diungkap polisi) baru diketahui surat-surat itu palsu," ucap Arief. Arief berujar, DM dan MCP memang tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat apa pun saat mediasi dilakukan.

Oleh karena itu, tidak ada satu pun pihak yang memeriksa keabsahan surat yang mereka gunakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu, PN Tangerang juga tidak meninjau tanah seluas 45 hektare yang menjadi objek sengketa. "Karena kedua belah pihak sepakat berdamai, mediator menganggap keduanya mempunyai legal standing dan kepentingan dengan lahan itu," tutur dia.

Arief melanjutkan, berdasarkan hasil mediasi yang berujung damai itu, akhirnya PN Tangerang mengeluarkan surat penetapan eksekusi lahan. "Bila ternyata kedua belah pihak tidak punya kompetensi dan kepentingan atas lahan, itu adalah persoalan lain," kata Arief.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus sebelumnya menyebutkan, DM dan MCP menggunakan modus saling gugat di pengadilan. Mereka telah ditangkap oleh Polres Metro Tangerang Kota. "Jadi, antar DM dan MCP itu sudah saling atur. Yang ngatur itu yang punya pengacara, pengacara itu sekarang DPO (daftar pencarian orang)," papar Yusri melalui sambungan telepon.

Pengacara yang diburu polisi itu berinisial AM. Menurut Yusri, AM menyuruh MCP mengajukan gugatan perdata ke pengadilan untuk mengakuisisi tanah di kawasan Alam Sutera tersebut. Kemudian, DM dan MCP saling melayangkan gugatan perdata di PN Tangerang.

Strateginya, mereka memilih berdamai dalam proses mediasi di persidangan dan menyepakati pihak yang menjadi pemilik lahan 45 hektare itu. Yusri berujar, surat-surat yang digunakan kedua tersangka untuk mengajukan gugatan perdata itu merupakan dokumen palsu. "Surat-suratnya palsu semua. Tanah 45 hektare itu sebenarnya 10 hektare punya rakyat, 35 hektare sisanya punya PT TM," lanjut Yusri. (PR)


(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar