Jika Perusahaan Tak Bayar THR, Ini yang Harus Dilakukan

Senin, 12/04/2021 19:52 WIB
Langkah yang harus ditempuh saat pengusaha tak bayar THR. (Haluan Riau)

Langkah yang harus ditempuh saat pengusaha tak bayar THR. (Haluan Riau)

law-justice.co - Pengusaha atau pemilik perusahaan wajib memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR) kepada para pekerjanya. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan (Permen THR 2016) dan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan).

Oleh karena itu, bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya tersebut pastinya mendapatkan sanksi, mulai dari sanksi ringan hingga berat. Aturan soal sanksi ini terdapat pada Pasal 11 ayat (1) Permen THR 2016 dan Pasal 59 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (1) huruf a PP Pengupahan.

Sementara soal waktu pekerja mendapatkan THR ketika masa kerjanya sudah mencapai 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. THR Keagamaan diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Dan untuk membayar THR, Pengusaha paling lambat melakukannya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Namun, jika Pengusaha menunda atau terlambat membayar THR Keagamaan, maka akan dikenai denda sebesar 5% dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar. Dan pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada pekerja atau buruh.

Adapun sanksi bagi perusahaan yang tidak memberikan THR adalah dikenai sanksi administratif, berupa: teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan
pembekuan kegiatan usaha.

Namun, perlu diketahui, keterlambatan pembayaran THR atau perbuatan pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan bukanlah perbuatan melawan hukum (“PMH”). Hal ini karena aturan tersebut telah ada dalam Permen THR 2016.

Karena THR merupakan hak pekerja, maka pelanggaran atas hak THR tersebut dinamakan perselisihan hak sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI):

“Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaanpelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”

Langkah yang Dapat Dilakukan

Langkah pertama yang dapat Anda tempuh adalah dengan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan antara Anda dengan pengusaha, yang disebut dengan penyelesaian secara bipartit. Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral, salah satu penyelesaian yang dilakukan melalui mediasi adalah masalah perselisihan hak yang tadi kami sebutkan.

Jika mediasi masih gagal atau tidak mencapai kesepakatan pekerja bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.

Jadi, pada dasarnya penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja mengenai pembayaran THR ini, tidak tepat jika diajukan gugatan ke pengadilan umum atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH).

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar