Buruh Khawatir Program JKP Jadi Ladang Korupsi Baru Mirip Bansos

Minggu, 11/04/2021 17:40 WIB
Ilustrasi PHK Massal. (Boombastis.com)

Ilustrasi PHK Massal. (Boombastis.com)

law-justice.co - Buruh mengkritik adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang disiapkan pemerintah khususnya untuk para korban yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).


Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), Djoko Heriyono, khawatir adanya JKP malah menjadi peluang korupsi baru bagi pejabat yang tidak bertanggung jawab.
“Jadi kalau teman-teman kehilangan pekerjaan teman-teman dijanjikan Rp 600 ribu sampai 6 bulan berturut-turut, kemudian diselenggarakan untuk melatih. Ini ruang korupsi baru menurut saya,” kata Djoko saat konferensi pers secara virtual, Minggu (11/4/2021).


Djoko merasa uang buruh memang rawan dikorupsi apalagi adanya pencairan tersebut. Selain itu, ia mempertanyakan adanya pelatihan hingga pembinaan bagi korban PHK di program JKP.


Sebab, kata Djoko, di Kementerian Ketenagakerjaan sudah ada Dirjen yang mengurusi permasalahan tersebut dan anggarannya juga sudah ada setiap tahunnya. Sedangkan JKP menggunakan dana di BPJS Ketenagakerjaan.


“Tapi ini JKP akan menggunakan terapan anggaran uang yang ada di BPJS yang sekarang itu portofolionya kurang lebih Rp 500 triliun berupa saham, surat utang, obligasi, dan sebagainya, dan itu untuk pengembalian ke kaum buruh itu enggak mungkin dibagi rata,” ujar Djoko.


Seperti diketahui, JKP tersebut sesuai dengan adanya PP nomor 37 tahun 2021 yang mengatur Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan PP itu merupakan turunan UU Nomor 11 tentang Cipta Kerja. Ia mengungkapkan peserta bisa mendapatkan manfaat mulai dari uang tunai, akses informasi pasar kerja, hingga pelatihan kerja.


“Uang tunai 45 persen dari upah 3 bulan pertama. 25 persen dari upah untuk 3 bulan berikutnya, dan ini diberikan paling lama selama 6 bulan,” kata Ida saat rapat di Komisi IX DPR, Rabu (7/4/2021).


Mengenai manfaat akses informasi pasar kerja, Ida menjelaskan peserta mendapatkan layanan informasi pasar kerja dan atau bimbingan jabatan. Akses tersebut dilakukan oleh pengantar kerja atau petugas antar kerja.


“Kemudian peserta juga berhak mendapatkan pelatihan kerja. Ini pelatihan kerja yang berbasis kompetensi dilakukan melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, dan perusahaan. Ini Permenakernya sedang kami siapkan,” ujar Ida.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar