Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP, Ini Penjelasan Kemenkumham

Sabtu, 10/04/2021 14:11 WIB
Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej/Foto : Antara

Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej/Foto : Antara

law-justice.co - Pemerintah yang tetap mempertahankan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tentang pasal penghinaan presiden, menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Untuk menjawab keresahan masyarakat tersebut, Kemenkumham dalam waktu dekat berencana berkeliling Indonesia menyosialisasikan dan menjelaskan isi pasal RKUHP.

Berkaitan dengan hal itu, Kemenkumham memastikan pasal dalam RKUHP yang dipertahankan pemerintah tersebut tidak menghambat praktik demokrasi di Indonesia.

Jaminan kepastian itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Republik Indonesia Edward Omar Sharif Hiariej. Bahwa pasal tersebut tidak akan jadi alat memenjarakan seseorang atau institusi yang dianggap menghina presiden.

"Pasal penghinaan presiden tidak akan digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengkritik kebijakan pemerintah," kata pria yang akrab disapa Prof. Eddy.

Prof. Eddy melanjutkan, "Sekali lagi, baca ayat tiganya, apabila itu suatu kritik terhadap pemerintah, tidak dapat dipidana. Ada di situ semua pasalnya."
 
Beberapa kelompok masyarakat sipil memang melancarkan kritikan terhadap sikap pemerintah yang mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP karena dianggap membatasi kebebasan berpendapat.

Seperti yang disampaikan Amensty Internasional tahun lalu, dalam kutipan laman resminya berpendapat pasal penghinaan terhadap presiden, yaitu Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP, represif dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.

"Kritik terhadap pemerintah itu sangat penting agar pemerintah dapat berbenah diri dan hati-hati dalam mengambil keputusan atas suatu kebijakan," tulis Amnesty International dalam catatan kritisnya terhadap RKUHP tahun lalu.

Menanggapi kritik terhadap pasal itu, Prof. Eddy meyakini sosialisasi terhadap isi RKUHP masih kurang. Hal itu menyebabkan banyak kelompok oposisi masih kurang memahami ketentuan pasal per pasal secara lengkap.

Ia pun menerangkan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, merupakan delik aduan. Karena itu, hanya presiden dan wakil presiden yang dapat melaporkan langsung pelaku atas perbuatan tersebut.

"Enggak bisa tim suksesnya (yang melapor)," kata Eddy Hiariej kepada wartawan seperti dilansir Law-Justice.co dari Antara.

Untuk memberi pemahaman lebih lengkap tentang isi RKUHP kepada masyarakat, Eddy mengaku Kemenkumham telah melakukan sosialisasi ke sejumlah kota besar.

Ia menambahkan, pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat mengenalkan isi RKUHP secara lengkap kepada masyarakat di berbagai daerah.

Beberapa daerah yang akan dikunjungi Eddy dalam waktu dekat untuk sosialiasi isi RKUHP, antara lain Bali; Yogyakarta; Ambon, Maluku; Makassar, Sulawesi Selatan; Padang, Sumatera Barat; Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Surabaya, Jawa Timur; Nusa Tenggara Timur; Manado, Sulawesi Utara; dan terakhir di Jakarta.

Ia berharap RKUHP dapat segera disahkan jadi undang-undang melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun ini.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar