Amnesty International Indonesia:

50 Kasus Pembunuhan di Luar Hukum Terjadi di Tanah Papua

Jum'at, 09/04/2021 09:58 WIB
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid (Kiblat.net)

Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid (Kiblat.net)

law-justice.co - Amnesty International Indonesia merilis laporan dugaan pembunuhan di luar hukum di Tanah Papua pada periode 2018 hingga Maret 2021 secara daring pada Rabu (7/4/2021). Amnesty mencatat dalam kurun waktu itu terjadi 50 kasus pembunuhan di luar hukum yang menimbulkan 84 korban tewas.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyebut berbagai fakta kekerasan di Tanah Papua itu membuktikan pemerintah Indonesia belum memiliki komitmen yang kuat terhadap penegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.

“Sepanjang 2020, kami mencatat ada setidaknya 19 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dan Papua Barat, dengan total 30 korban jiwa,” kata Usman melalui siaran pers tertulisnya.

Menurut Usman, pihaknya mencatat bahwa dalam tiga bulan terakhir, Januari hingga Maret 2021, terjadi sejumlah kasus kekerasan dan korban jiwa.

“Insiden seperti itu juga terus berulang selama tiga bulan pertama di tahun 2021, dengan adanya empat kasus dan menelan 6 korban jiwa,” kata Usman.

Amnesty International menegaskan kembali laporannya pada tahun 2018 dengan judul, “Suda, Kasi Tinggal Dia Mati”. Laporan itu mencatat setidaknya 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi pada kurun waktu 2010 – 2018, dengan total 95 korban jiwa.

Dari berbagai kasus itu, Amnesty mencatat hanya enam dari 45 kasus yang diduga melibatkan anggota polisi yang diajukan ke mekanisme pertanggungjawaban dan itu pun sebatas pertanggungjawaban internal kepolisian yang kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka .

Demikian pula halnya dengan kasus yang pelakunya melibatkan anggota TNI, hanya enam dari 34 kasus yang diduga melibatkan anggota TNI diproses melalui peradilan militer.

“Sayangnya, tidak ada satupun dari keseluruhan 69 kasus tersebut yang dibawa ke pengadilan umum,” tulis Amnesty.

Amnesty menyimpulkan kondisi Papua belum juga membaik, dan 50 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang terjadi pada 2018 – Maret 2021 juga bisa dibiarkan tanpa ada pertanggungjawabkan secara hukum. Dari 50 kasus tersebut, belum ada satu pun yang divonis oleh pengadilan umum maupun militer.

Baru ada empat kasus yang diproses hukum. Sejumlah tiga kasus yang diduga melibatkan anggota TNI masih dalam tahap penyidikan oditur militer, sementara satu kasus lainnya baru dilimpahkan ke kejaksaan negeri.

Untuk memastikan perlindungan dan hak korban, Amnesty mendesak pemerintah Indonesia memproses hukum para pelaku pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua. Ada tidaknya pertanggungjawaban hukum oleh para pelaku itu akan menjadi ukuran kepedulian Presiden Joko Widodo terhadap kehidupan orang Papua.

“Jika Presiden Joko Widodo benar-benar peduli terhadap kehidupan orang-orang Papua, maka pemerintah harus memastikan proses keadilan dan pertanggungjawaban atas kematian-kematian yang terjadi di sana. Pemerintah harus memastikan berjalannya penyelidikan atas pembunuhan di luar hukum di Papua dilakukan segera, secara efektif, independen, dan imparsial dan juga menjamin bahwa kasus-kasus tersebut di bawa ke pengadilan sipil,” kata Usman.

Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Gustaf Kawer yang turut menjadi pembicara dalam peluncuran laporan Amnesty International Indonesia pada Rabu itu memaparkan laporan PAHAM Papua bersama Kontras Papua yang diluncurkan beberapa pekan lalu.

Kawer menyatakan kasus yang dilaporkan Amnesty maupun PAHAM Papua-Kontras Papua sama-sama berlatar belakang konflik sejarah, konflik kepentingan ekonomi, dan arogansi berlebihan aparat di Papua.

Kawer menyatakan ada dua faktor yang menyebabkan kasus pelanggaran HAM di Papua tidak pernah dipertanggungjawabkan secara hukum.

Pertama, negara tidak menjalankan proses pertanggungjawaban secara hukum karena pelaku kekerasan itu adalah negara. Kedua, karena negara tidak mampu menegakkan hukumnya sendiri.

“Kami lihat, di situ terjadi impunitas,” kata Kawer.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar