Pemerintah Diminta Atur Langkah Ketersediaan Vaksin Usai Embargo India

Selasa, 06/04/2021 18:35 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Netty Prasetiyani. (Foto: dok. Netty Prasetiyani).

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Netty Prasetiyani. (Foto: dok. Netty Prasetiyani).

law-justice.co - Pemerintah India melakukan embargo ekspor vaksin Covid-19 AstraZeneca akibat kasus Covid-19 melonjak di negara tersebut. Akibatnya, negara ini tidak akan mengirim vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI. Embargo ekspor vaksin Covid-19 oleh India berdampak pada menurunnya jumlah ketersediaan vaksin nasional.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi Kesehatan (Komisi IX) DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah segera melakukan langkah taktis demi menjamin ketersediaan vaksin nasional. Jika pemerintah terlambat menyediakan stok vaksin, maka tujuan herd immunity dikhawatirkan akan sulit tercapai.

"Jika pabrik India tidak memungkinkan, maka pemerintah harus melakukan negosiasi ke pabrik-pabrik AstraZeneca lainnya, seperti pabrik yang ada di Thailand," kata Netty dalam keterangannya, Selasa (06/04/2021).

Netty mengaku khawatir Indonesia mengalami kekosongan vaksin usai adanya embargo tersebut. Hal ini bisa dilihat jika ketersediaan vaksin kosong, maka target satu juta dosis suntikan per hari mustahil dapat diwujudkan.

"Pastinya ini akan berdampak pada tidak tuntasnya vaksinasi dalam waktu 15 bulan sebagaimana target dari pemerintah" jelas Netty.

Selain itu, potensi kekosongan vaksin ini kata Netty juga akan merembet ke hal-hal lain, seperti penerapan kebijakan Pembelajaran tatap Muka (PTM).

"Kalau vaksin kita kosong, maka proses vaksinasi tidak bisa dilanjutkan. Lalu bagaimana dengan wacana PTM bulan Juli? Apakah guru-guru bisa dijamin sudah divaksin semua? Apalagi saat stok vaksin masih ada saja, vaksinasi terhadap tenaga pendidik masih berjalan lambat," paparnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyatakan vaksinasi Covid-19 bakal kembali meningkat pada bulan Mei 2021 karena ada produksi vaksin secara masal dari Bio Farma. Sementara itu, PT Bio Farma memastikan sebanyak 30 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk akan tiba pada April ini.

"Sampai saat ini berapa bulk Sinovac yang bisa diolah? Seperti apa kapasitas produksi dari Bio Farma? Perlu dilakukan percepatan agar produksi vaksin COVID-19 dalam negeri bisa lebih banyak lagi. Jangan sampai, kita mendatangkan Sinovac bulk yang begitu banyak (140 juta dosis) tapi kemampuan produksi kita rendah, ini akan menjadi sia-sia" katanya.

Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR ini juga meminta pemerintah untuk mendorong lahirnya kesamaan sikap di tingkat global soal keadilan dalam mengakses vaksin. Jangan sampai, kata dia, vaksin dimonopoli oleh negara-negara maju yang memiliki teknologi yang memadai.

"Kejadian embargo ini juga harus menjadi kesadaran bagi pemerintah dalam mempercepat pengembangan vaksin nasional seperti Merah Putih dan vaksin nusantara. Jika kita mampu berdikari dalam produksi vaksin, kita tidak hanya mencukupi kebutuhan vaksin dalam negeri tetapi juga bisa membantu negara-negara lainnya," pungkasnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar