Dewas KPK Sebut Penghentian Kasus Korupsi Rp4,8 Triliun Sudah Benar

Jum'at, 02/04/2021 20:29 WIB
Anggota Dewas KPK Albertina Ho sebut penghentian kasus BLBI oleh KPK sudah sesuai aturan (Tribunnews)

Anggota Dewas KPK Albertina Ho sebut penghentian kasus BLBI oleh KPK sudah sesuai aturan (Tribunnews)

law-justice.co - Langkah pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) didukung oleh Dewan Pengawas. Dewas KPK menilai langkah tersebut sudah sesuai aturan.

"Itu kewenangan KPK," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho saat dimintai konfirmasi, Jumat (2/4/2021).

Dia mengatakan aturan tersebut tertera dalam UU KPK yang baru, tepatnya pada Pasal 40 UU 19/2019 tentang KPK.

"Sesuai ketentuan Pasal 40 UU 19/2019," ujarnya.

Berikut isi Pasal 40 UU KPK:

(1) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan
penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2tahun.

(2) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

(3) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik.

(4) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, KPK menyetop kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Keduanya ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin (10/6/2019). Saat itu, KPK menduga total kerugian negara akibat perbuatan Sjamsul Nursalim dan istri diduga mencapai Rp 4,58 triliun.

KPK mengatakan penyelidikan kasus ini dilakukan sejak Agustus 2013. KPK saat itu mengatakan telah mengirim surat untuk penyidikan lebih lanjut, tapi keduanya tidak pernah datang untuk memenuhi panggilan KPK.

Sjamsul Nursalim dan istri disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

BLBI merupakan skema pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Salah satu bank yang mendapat suntikan dana adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Nah, Sjamsul adalah pemegang saham pengendali BDNI.

Kini kasus tersebut telah disetop oleh KPK. Salah satu alasannya adalah agar ada kepastian hukum setelah penyelenggara negara dalam kasus ini, Syafruddin Arsyad Temenggung, divonis lepas oleh Mahkamah Agung. Syafruddin sendiri merupakan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Dengan mengingat ketentuan Pasal 11 UU KPK `Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara`, KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi, sedangkan tersangka SN dan ISN berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara, maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Plt Jubir KPK Ali Fikri juga menegaskan penghentian kasus ini sudah sesuai aturan. Dia juga mengatakan KPK telah mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK) terkait putusan lepas Syafruddin, namun ditolak MA.

"Kami memastikan penghentian perkara tersebut telah sesuai aturan hukum yang berlaku karena putusan akhir pada tingkat MA dalam perkara SAT menyatakan ada perbuatan sebagaimana dakwaan tapi bukan tindak pidana," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (2/4).

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar