MAKI Ungkap Dalil KPK SP3-kan Sjamsul Nursalim Janggal, ini Alasannya

Jum'at, 02/04/2021 16:43 WIB
Pemilik BDNI Sjamsul Nursalim (Tempo)

Pemilik BDNI Sjamsul Nursalim (Tempo)

law-justice.co - KPK menghentikan penyidikan perkara SKL BLBI dengan tersangka pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, pada 31 Maret.

Alasan KPK menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) perkara Sjamsul Nursalim karena tidak ada unsur penyelenggara negara yang terlibat. Sebab sebelumnya dalam perkara ini, Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN, divonis lepas oleh MA di tingkat kasasi pada 2019.


Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai, alasan KPK mengenai tak ada penyelenggara negara kasus BLBI tidak tepat. MAKI menyatakan masih ada unsur pejabat negara selain Syafruddin yang diduga terlibat SKL BLBI untuk BDNI. Pejabat negara yang dimaksud yakni mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.


Diketahui dalam dakwaan KPK, Syafruddin didakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim.

Terlebih berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, perbuatan korupsi SKL BLBI tak dilakukan Syafruddin seorang diri. Meski pada akhirnya sesuai putusan kasasi MA, Syafruddin divonis lepas karena perbuatannya dianggap bukan korupsi, melainkan perdata dan administrasi.

"KPK mendalilkan SP3 dengan alasan bebasnya Syafruddin Arsyad Temenggung menjadikan perkara korupsi BLBI BDNI kehilangan penyelenggara negara. Hal ini sungguh sangat tidak benar, karena dalam surat dakwaan Syafruddin Arsyad Temenggung, dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya, Jumat (2/4/2021).


"Sehingga meskipun SAT (Syafruddin) telah bebas, namun masih terdapat penyelenggara negara yaitu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Sangat memprihatinkan KPK telah lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018," lanjutnya.

Boyamin menambahkan, putusan lepas Syafruddin tidak bisa dijadikan dasar SP3 Sjamsul Nursalim. Ia berpendapat Indonesia menganut sistem hukum pidana kontinental warisan Belanda, yaitu tidak berlakunya sistem yurisprudensi, yang artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain.

Berdasarkan argumen tersebut, Boyamin akan menggugat praperadilan KPK di PN Jaksel. Ia akan meminta hakim membatalkan SP3 KPK di kasus Sjamsul Nursalim.
"MAKI pada tahun 2008 pernah memenangkan praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung dalam perkara yang sama, dugaan korupsi BLBI BDNI. Dalam putusan praperadilan tahun 2008 tersebut berbunyi pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi. Pertimbangan hakim praperadilan 2008 tersebut akan dijadikan dasar praperadilan yang akan diajukan MAKI," tutupnya.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar