Soal Perpres BRIN, PKS Minta Jokowi Tegur Menkumham dan Menpan-RB

Kamis, 01/04/2021 13:28 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

law-justice.co - Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI fraksi PKS, Mulyanto, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri Hukum dan HAM RI dan Menteri PAN-RB RI karena tidak hadir memenuhi undangan Pimpinan DPR RI untuk Rapat Kerja (Raker) Gabungan bersama Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) membahas Perpres BRIN.

Padahal agenda raker dinilai sangat penting karena akan membahas kelanjutan Perpres BRIN yang sudah ditandatangani Presiden sejak 31 Maret 2020, namun belum diundangkan hingga sekarang.

"Dari beberapa kali Raker Komisi VII DPR RI dengan Menristek, diketahui bahwa macetnya Perpres ini ada di Kemenkumham, karena tidak diundangkan. Kalau Presiden membiarkan kedua Menteri tersebut, maka publik akan menilai Presiden sendiri yang tidak berkehendak atas pembentukan BRIN," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (1/4/2021).

Mulyanto menilai manajemen Pemerintahan Jokowi tidak solid dan lemah. Kekacauan administratif seperti ini menurut Mulyanto seharusnya dapat segera diselesaikan. Dengan begitu, rencana strategis pemerintah tidak molor hampir 2 tahun sejak dilantiknya Kabinet Jokowi Jilid Kedua.

Mulyanto mengaku heran, Jokowi seperti disandera anak buahnya terkait pengundangan Perpres BRIN ini. Pasalnya, perpres yang sudah diberi nomor dan ditandangani oleh Presiden Jokowi, ternyata tertahan di Kemenkumham dan tidak diundangkan untuk masuk ke dalam Lembar Negara Republik Indonesia (LNRI).

Akibat ketidakjelasan kelembagaan Iptek yang ada, maka otomatis tidak ada pejabat resmi definitif di Kemenristek/BRIN. Begitu juga implementasi program dan serapan anggaran yang rendah. Belum lagi jika nantinya BPK akan turun tangan.

"Ini logika dasar dalam birokrasi, yakni soal delivery system pembangunan. Kalau regulasinya (Perpres) belum ada, maka kelembagaan menjadi tidak jelas dasar hukumnya," kata Mulyanto.

"Kalau sudah demikian, maka tidak ada pejabat yang dapat dilantik secara sah. Pejabat pelaksana, tidak mendapat tunjangan dan fasilitas normal. Akibatnya, implementasi program dan realisasi anggaran tidak ada jaminan dapat terlaksana dengan baik," imbuhnya.

Mulyanto juga minta Pemerintah memperhatikan nasib para peneliti, yang kehilangan "rumah", namun rumah barunya belum juga dibentuk. Nasib mereka terkatung-katung karena unit kerja penelitian mereka sebagian sudah dihapus dan mereka diminta untuk sementara pindah ke unit kerja lain yang non-penelitian, sambil menunggu terbentuknya BRIN sebagai lembaga induk penelitian.

“Seharusnya Presiden Jokowi dapat menyelesaikan masalah manajemen yang amburadul ini. Karena inikan murni wilayah eksekutif. Jangan menimbulkan kesan pemerintah tidak solid dengan kualitas manajemen rendah, yang menjadi preseden buruk dalam pembangunan Iptek nasional," ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini mempertanyakan komitmen pemerintah atas janji akan mengembangkan inovasi sebagai motor dan engine of growth bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. "Tapi nyatanya, Presiden disandera anak buahnya. Ini mengherankan," kata Mulyanto.

Seperti diketahui, BRIN diamanatkan dalam UU Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek, di mana diatur ketentuan pada Pasal Pasal 48 ayat (1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. (2) Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden. (3) Ketentuan mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Sampai hari ini bentuk struktur kelembagaan BRIN masih belum jelas. Ini sudah lewat hampir dua tahun sejak kabinet dibentuk untuk memenuhi amanat UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek. "Ini tidak lazim. Anggarannya tersedia, namun kelembagaan dan SDM-nya masih belum jelas," kata Mulyanto.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar