Belajar dari Balongan, Saatnya Pemerintah Bangun Cadangan BBM Nasional

Kamis, 01/04/2021 13:08 WIB
Kebakaran kilang minyak Pertamina Balongan, Indramayu (Foto: Antara).

Kebakaran kilang minyak Pertamina Balongan, Indramayu (Foto: Antara).

law-justice.co - Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI, Mulyanto, mengatakan insiden kebakaran RU (Refinery Unit) VI Balongan, Indramayu, milik Pertamina menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk lebih serius membangun cadangan BBM Nasional. Cadangan itu diperlukan untuk menopang ketahanan energi nasional bila sewaktu-waktu terjadi krisis BBM.

"Kita belum tahu pasti berapa cadangan BBM yang terbakar dalam kasus Balongan. Namun kalau melihat kapasitasnya yang 150 ribu barel per hari (bph) dan dengan asumsi cadangan operasional 23 hari, maka tersimpan sebesar 3.5 juta bph atau setara dengan 0.55 juta kilo liter (KL) di Kilang Balongan. Jumlah yang sangat besar," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (1/4/2021).

Ia memperkirakan, untuk beberapa hari ke depan, sampai suksesnya 100 persen recovery, distribusi BBM yang sebelumnya dipasok RU Balongan akan diambil alih oleh RU lain. Tanpa adanya cadangan operasional BBM dari RU-RU Pertamina yang lain, tentu Pertamina akan kedodoran dan akan memicu kelangkaan BBM.

"Karena itu berkaca dari kasus kebakaran RU Balongan ini, maka menjadi penting secara nasional kita membangun membangun cadangan BBM Nasional," katanya.

Mulyanto melihat hingga kini Indonesia belum memiliki cadangan BBM nasional. Bahkan regulasi terkait soal ini pun belum tersedia. Padahal soal ketersediaan cadangan energi sudah menjadi amanat yang diwajibkan UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi kepada Pemerintah.

"Sayangnya kewajiban ini selama hampir 20 tahun belum dipenuhi," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.

Mulyanto menambahkan, sebenarnya BPH Migas sudah mulai menetapkan Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Operasional BBM. Namun, kata dia, BPH Migas belum percaya diri untuk menetapkan cadangan BBM Nasional, serta menyerahkannya kepada Menteri ESDM.

Sementara Kementerian ESDM, termasuk Dewan Energi Nasional yang keanggotaannya baru terbentuk, belum terlihat mengambil prakarsa ini. "Sekarang adalah momentum yang tepat untuk merumuskan, mengatur regulasi, dan membangun cadangan BBM Nasional, agar ketahanan BBM kita tangguh dan tidak rentan terhadap krisis BBM," katanya.

Untuk diketahui, dalam UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi dan turunannya PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) arahan dasar untuk itu sudah ada termasuk juga dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, pada Pasal 5 diatur ketentuan, bahwa (1) Untuk menjamin ketahanan energi nasional, pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi, dan (2) Ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi, diatur lebih lanjut oleh Dewan Energi Nasional.

Dalam PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang KEN disebutkan pembagian cadangan energi menjadi: Cadangan Strategis; Cadangan Penyangga Energi; dan Cadangan Operasional.

Khusus terkait BBM dalam UU Nomor 22/2001 tentang Migas pada pasal 46 ayat (3) secara eksplisit diatur ketentuan, bahwa pengaturan dan penetapan cadangan bahan bakar minyak (BBM) Nasional adalah salah satu tugas dari BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas.

Hari ini sudah ditetapkan dan diundangkan Peraturan BPH Migas Nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyediaan Cadangan Operasional BBM yang mewajibkan kepada pemegang izin usaha BBM untuk menyiapkan dan mengoperasikan Fasilitas Penyimpanan Cadangan Operasional BBM secara bertahap sampai tahun 2024 untuk dapat menyimpan BBM selama 23 hari.

"Ini merupakan langkah yang baik, tinggal secara nasional ditingkatkan dan diperluas dari pengaturan tentang cadangan operasional menjadi cadangan BBM Nasional," pungkas Mulyanto.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar