Kronologis Pemeriksaan 8 Jam Pengacara LBH Jakarta

Kamis, 25/03/2021 18:57 WIB
LBH Jakarta

LBH Jakarta

law-justice.co - LBH Jakarta mengutuk tindakan semena-mena yang dilakukan oleh Penyidik Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan yang menahan dan memeriksa dua pengacara publik,Safaraldy D Widodo dan Dzuhrian Ananda Putra. Kapolri diminta mengeevaluasi dan memberi sanksi penyidik yang telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of power) dengan penangkapan sewenang-wenang dan juga penghalang-halangan akses bantuan hukum.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menjelaskan kronologis penahanan dan pemeriksaan terhadap Safaraldy D Widodo dan Dzuhrian Ananda Putra. Keduanya adalah Pemberi Bantuan Hukum Warga Pancoran Gang Buntu II yang tengah mendapatkan ancaman penggusuran paksa dan tindakan kekerasan dalam konflik pertanahan dengan PT Pertamina. Pada Selasa (23/3/2021) sekitar 31 orang warga Pancoran Gang Buntu II mendapatkan panggilan yang dilayangkan Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan atas pengaduan PT Pertamina.

"Panggilan tersebut tidak sah secara hukum karena prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP," ujar Arif dalam keterangan pers yang diterima redaksi.

Keesokan harinya, atas permintaan warga, Safaraldy dan Dzuhrian mengantarkan surat jawaban atas panggilan yang tidak sah terhadap 9 orang warga Warga Pancoran Gang Buntu II kepada penyidik di Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Keduanya mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB dan langsung memberikan surat tersebut kepada penyidik yang menangani.

"Penyidik kemudian tidak terima atas surat penolakan yang diberikan dan kedudukan kedua pemberi bantuan hukum tersebut. Tanpa ada surat penangkapan maupun panggilan, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap keduanya dengan status sebagai saksi tindak pidana selama 8 jam atas Pasal 167 dan Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan disertai berbagai intimidasi," pungkas Arif.

LBH Jakarta yang mulai mengetahui ihwal penangkapan tersebut pada 20.00 WIB kemudian mengirimkan tim hukum ke Polres Metro Jakarta Selatan untuk melakukan pendampingan hukum terhadap keduanya. Sekitar pukul 22.00 WIB, tim hukum mendapati keduanya tengah diperiksa oleh penyidik pada Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Namun penyidik meminta tim hukum yang datang untuk keluar dan melarang tim hukum melakukan pendampingan pada proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keduanya.

"Penyidik juga melarang keduanya untuk menandatangani surat kuasa kepada tim hukum dan tidak mengakui kuasa lisan yang disampaikan keduanya kepada tim hukum. Keduanya baru dapat ditemui dan dilepaskan setelah pemeriksaan berakhir pada pukul 00.49 WIB, Kamis, 25 Maret 2021."

Berdasarkan fakta tersebut, LBH Jakarta menilai penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa penangkapan dan penyitaan secara sewenang-wenang yang melanggar HAM dan konstitusi. Tindakan pemberi bantuan hukum mengantarkan surat penolakan warga kepada penyidik jelas bukan merupakan tindak pidana dan bahkan dilindungi dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Polres Metro Jakarta Selatan juga dianggap telah melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan penghalang-halangan akses pendampingan hukum terhadap kedua PBH yang berstatus sebagai saksi. Hak tersebut dijamin dalam KUHAP, UU 18 Tahun 2003, UU Bantuan Hukum, UU HAM, United Nations Basic Principles on the Role of Lawyers, dan United Nations Principles and Guidelines on Access to Legal Aid in Criminal Justice Systems.

"Kami mendesak Kapolri untuk memerintahkan anak buahnya Kapolda Metro Jaya; Polres Metro Jakarta Selatan; dan Polsek Pancoran untuk menghentikan segala bentuk penangkapan sewenang-wenang dan upaya kriminalisasi terhadap warga dan pendamping warga Pancoran Gang Buntu II yang tengah memperjuangkan adanya jaminan hak atas tempat tinggal yang layak," tegas Arif.

"Kapolri juga harus mengevaluasi dan pemberian sanksi kepada para penyidik Unit-II Harda Satreskrim Polres Metro Jaksel yang telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan penangkapan sewenang-wenang; penyitaan sewenang-wenang dan juga penghalang-halangan akses bantuan hukum," imbuh dia.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar