Kiat Sukses Jadi Investor Kripto: Ketahui, Pelajari Asas Teknologinya

Sabtu, 20/03/2021 14:56 WIB
Ilustrasi investasi Kripto (Investor daily)

Ilustrasi investasi Kripto (Investor daily)

law-justice.co - Harga Bitcoin mengalami lonjakan yang cukup besar selama satu tahun ke belakang. Lonjakan pertama terjadi di bulan Mei tahun lalu, apabila dihitung dari titik terendah berada pada 8 Maret 2020, kala itu harga berada di angka USD$5.182,7 per 1 Bitcoin, dibandingkan dengan pasar Jumat (19/3/2021), pukul 17.00 WIB, harga Bitcoin berada di angka US$ 58.192 atau naik sekitar 1.022%, dalam jangka waktu satu tahun.

Investasi pada mata uang kripto ini juga dilakukan oleh salah satu perusahaan otomotif listrik terbesar di dunia, yaitu Tesla. Di bulan Februari 2021, Tesla membeli US$ 1,5 miliar Bitcoin, dan perusahaan mengumumkan bahwa di kemudian hari akan dapat melayani pembelian barangnya dengan menggunakan Bitcoin.

Investasi terhadap mata uang kripto ini juga banyak digandrungi oleh masyarakat di Indonesia, misalnya seperti Vinsensius Sitepu, pengamat sekaligus investor aset kripto yang melakoni investasi ini sejak tahun 2014.

Di awal ia investasi, ia kurang mengerti bagaimana prinsip kerja dari Bitcoin, karena keterbatasan informasi, dan juga belum banyak orang yang paham mengenai hal ini.

“Pada masa itu, paling saya kenal lewat media itu Oscar Darmawan, dia sebagai CEO kalau dulu namanya masih Bitcoin Indonesia sekarang jadi Indodax. informasi juga dulu belum banyak yang menulis tentang Bitcoin yang jika harga naik sekitar berapa saya lupa, sudah cukup mahal dan tinggi pada pada masa itu,” katanya kepada Kontan.co.id, pada Jumat (19/3).

Akhirnya setelah banyak membaca buku mengenai Bitcoin dan mengerti bagaimana teknologinya, keunggulannya, dan mengapa dia bisa bernilai, ia memulai untuk beli Bitcoin sedikit demi sedikit, yang pada waktu, tahun 2014, berada di kisaran US$ 600 per 1 Bitcoinnya. Hingga akhirnya konsisten berinvestasi Bitcoin sampai saat ini.

Kegemarannya terhadap dunia teknologi informasi yang membawanya pada investasi pada mata uang kripto. Ia juga merasa bahwa teknologi dari Bitcoin bukanlah teknologi sangat baru, karena teknologi serupa pernah digunakan pada akhir tahun 90-an hingga 2000-an awal, yang digunakan pada bittorrent, yang membedakan hanya dalam bentuk yang dianggap sebagai value. Proses belajarnya selama ini pun bisa dibilang otodidak.

Menurut Vinsensius, bila ingin berinvestasi Bitcoin, mau tidak mau kita harus memahami asas teknologinya, yang disebut sebagai teknologi blockchain in yang sangat berbeda dengan teknologi keuangan yang kita miliki saat ini.

Ini termasuk Paypal, Visa, MasterCard, bahkan western union. Sehingga, kata Vinsensius, keunggulannya bisa mengirimkan objek bernilai yang disebut BTC, itu peer to peer tanpa lewat lembaga keuangan, yaitu keunggulan yang yang harus disikapi juga oleh masyarakat, yang mungkin kebanyakan juga sekarang belum banyak yang memahami itu.

"Kalau kita memahami landasan teknologinya, dari situlah muncul seberapa besar kita menilai itu berdasarkan harganya ke depan,” ujarnya.

Dalam berinvestasi di Bitcoin, menurut Vinsensius, uang yang digunakan tidak bisa uang bergerak atau uang yang digunakan sehari-hari untuk hidup, karena risikonya yang besar.

Sepengalamannya, ia pernah mencicipi bagaimana ketika Bitcoin berada di puncaknya tahun 2017, dan pada akhirnya turun sebanyak 49,91%.

“Jadi, pola-pola risiko itu sudah kita lalui, akhirnya kita bisa menghitung lagi risiko ke depannya, dengan ada grafik kemudian analisis teknikal fundamentalnya,” katanya.

Sebagai informasi tambahan, pada Desember 2017, harga Bitcoin sempat menyentuh US$ 13.850, dan sebulan berselang, turun sebanyak 49,91% menjadi US$ 6.938. Harga ini turun dan naik, hingga akhirnya di Januari 2018, harga Bitcoin menjadi US$ 3.437, atau turun 75,18% dari harga puncak di Desember 2017.

Pada awalnya, ia mencoba beberapa aset kripto hingga belasan jumlahnya, tetapi, pada akhirnya karena fundamental yang berubah, dan orang lebih memilih Bitcoin. “Hampir semua lah yang harga murah-murah itu, yang tiba-tiba sekarang sudah nggak ada lagi, nggak laku kemudian delisting, segala macam itu, hampir semua saya coba. Saya sekarang lebih ke Bitcoin saja sekarang,” ujarnya.

Dari pengalamannya sampai sekarang ini, ia merasa bahwa memang aset Bitcoin merupakan aset yang berisiko tinggi, maka sebelum berinvestasi harus mengerti dulu risikonya, dan dengan volatilitasnya yang tinggi maka tidak bijak apabila menggunakan uang untuk keperluan sehari-hari. Terutama pasar yang akan terus naik turun selama 24 jam penuh. Perlu adanya juga sikap nothing to lose yang perlu ditanamkan.

“Tetap belajar juga tentang analisis teknikal yang sederhana. Yang paling utama adalah, dipahami ini risiko yang sangat tinggi jauh lebih berisiko daripada di investasi yang lainnya, karena kan prinsipnya kan high gain high risk,” pungkasnya.

Selama kurang lebih enam tahun ia bergelut di investasi kripto Bitcoin, ia sudah mengalami pasang surut dari harga yang bergerak. Hingga saat ini, ia memiliki aset yang lebih dari seharga satu Bitcoin saat ini, ia tidak menyebutkan berapa angka pastinya.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar