Ini Penjelasan Legislator Soal Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan

Jum'at, 19/03/2021 22:02 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo. (Foto: Law-Justice/Alfin Pulungan).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo. (Foto: Law-Justice/Alfin Pulungan).

law-justice.co - Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo, mengatakan peralihan sumber energi listrik di Indonesia dari komponen fosil batubara menuju energi terbarukan perlu secepatnya direalisasikan. Untuk itu, pembentukan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) menjadi penting untuk dikawal.

RUU ini sebelumnya sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Menurut Sartono, RUU ini terus dimatangkan dengan melakukan pengkajian bersama para pakar energi. Komisinya berharap RUU ini dapat finalisasi pada kuartal I-2021 mendatang

"Kami di Komisi VII sedang membahas, dan sebetulnya sudah tahap-tahap akhir juga untuk RUU Energi Baru Terbarukan ini. UU ini nanti akan memberikan suatu landasan hukum yang kuat bagi yang bergerak di bidang sektor tersebut," kata Sartono di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2021).

Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih sangat minim. Sartono mengungkapkan, di tengah banyaknya potensi sumber listrik yang mampu menyumbang energi terbarukan, Indonesia seharusnya bisa menjadi role model bagi negara-negara lain. Iklim tropis Indonesia memungkinkan perolehan sumber energi surya lebih besar karena masa penyinaran matahari jauh lebih panjang.

Bahkan, kata Sartono, setiap rumah tangga di Indonesia seharusnya bisa memenuhi kebutuhan listrik harian mereka sendiri dari tenaga surya. Hanya saja, harga pembangkit listrik tenaga surya di atap rumah atau gedung kini cukup kompetitif, di samping skema bisnis listrik nasional masih menempatkan PT PLN sebagai pembeli tunggal.

"Karena itu, kami mengupayakan semaksimal mungkin agar RUU EBT ini mengakomodasi hal-hal yang basisnya spesifik agar aturannya bisa dipertanggungjawabkan," kata Sartono.

Pembentukan RUU EBT juga selaras dengan komitmen Indonesia terhadap Kesepakatan Paris (Paris Agreement) dalam mengendalikan perubahan iklim global bersama 171 negara. Untuk itu, Sartono meminta pemerintah serius memikirkan upaya mengurangi pemanasan global lewat UU yang nantinya diberlakukan.

"Lagi pula, energi terbarukan sudah mulai populer di Eropa. Sebentar lagi energi fosil bakal ditinggalkan di sana. Jangan sampai negara lain sudah bertransformasi ke produk baru, kita masih betah di produk lama. Ketinggalan jauh kita," ujarnya.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini mengajak semua pihak untuk mendukung percepatan energi terbarukan lewat legislasi yang sedang digodok Komisi VII DPR. Ia juga mengharapkan energi terbarukan dapat menjangkau luas masyarakat Indonesia dengan skema kebijakan fiskal yang memungkinkan energi ini bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah. Sebab, energi ini terbilang elit sehingga akan lebih mahal dari energi fosil.

"Demi mewujudkan kedaulatan energi dengan berbasiskan sumber daya lokal, kita harus terus mengupayakan beragam potensi yang ada. Akan banyak nantinya sumber energi terbarukan, tidak hanya matahari. Energi baru ini harus memberi manfaat sebesar mungkin bagi masyarakat Indonesia," pungkas Sartono.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar