DPR Ungkap Ada Potential Loss PNBP Rp 121 M di Kemenhub

Selasa, 16/03/2021 17:25 WIB
Gedung Kemenhub. (Foto: Istimewa).

Gedung Kemenhub. (Foto: Istimewa).

law-justice.co - Anggota Komisi Transportasi (Komisi V) DPR RI Sigit Sosiantomo prihatin dengan banyaknya potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang hilang di Kementerian Perhubungan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I 2020, potensi lost PNBP Kemenhub mencapai sebesar Rp121 miliar lebih.

“Soal lost potensi PNBP di Kemehub ini selalu berulang. Seperti temuan BPK RI dalam Hapsem (Hasil Pemeriksaan) Semester I 2020, masih ditemukan persoalan Track Access Charge (TAC) kereta api yang tidak tertagih sehingga berpotensi kehilangan PNBP sebesar Rp121 miliar lebih. Hal ini sudah berulang terjadi," kata Sigit dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi V DPR RI bersama Kemenhub, Selasa (16/3/2021).

Dalam laporannya, BPK menemukan kegiatan perawatan prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan melalui kontrak dengan pihak selain PT KAI dan bukan merupakan badan usaha penyelenggara perawatan prasarana perkeretaapian.

Hal ini membuat biaya perawatan prasarana perkeretaapian sebesar Rp162,123 miliar yang dilakukan oleh Satker Pengembangan, Peningkatan dan, Perawatan Prasarana Perkeretaapian tidak dapat dikenakan biaya penggunaan prasarana. Akibatnya, negara kehilangan potensi PNBP sebesar Rp121,5 miliar.

Sigit mengatakan persoalan Infrastructure Maintanance Operation (IMO) dan TAC KA sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun dan tidak ada perbaikan. Ia pun meminta Kementerian Perhubungan membuat timeline yang jelas untuk perhitungan subsidi kereta api, termasuk IMO dan TAC sehingga tidak lagi menjadi temuan BPK setiap tahun.

“Persoalan IMO dan TAC ini sudah berlangsung lama dan menjadi temuan yang berulang. Harus ada langkah konkret dari Pak Menteri agar masalah perhitungan IMO dan TAC ini bisa selesai. Dan Kemenhub kiranya bias membuat timeline yang jelas,” kata Sigit.

Sigit Sosiantomo. (Foto: Dok. PKS).


Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga mempertanyakan penetapan Public Service Obligation (PSO) atau subsidi untuk moda transportasi laut dan udara. Selain anggaran PSO selalu naik meski jumlah penumpang menurun, pembayaran PSO juga menjadi temuan BPK dalam Hapsem Semester I 2020.

“Soal PSO ini perlu penjelasan dari Kemenhub bagaimana perhitungannya. Jumlah penumpang turun signifikan, tapi anggarannya naik terus. Pembayaran subsidi ini juga menjadi temuan BPK karena ada kelebihan pembayaran,” ucap Sigit.

Dalam Hapsem Semester I 2020, BPK mendapati temuan kelebihan pembayaran belanja subsidi pada Perhubungan Laut senilai Rp7,4 miliar. Dari hasil pemeriksaan BPK, data jumlah penumpang yang mendapatkan subsidi tidak bisa ditelusuri kebenarannya. Sementara di perhubungan udara, terdapat kelebihan pembayaran belanja subsidi sehingga berpotensi merugikan negara sebesar Rp9 miliar.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar