Politikus PDIP Minta Kejagung Jawab Somasi Terbuka KAKI

Senin, 15/03/2021 18:49 WIB
Politikus PDIP Kapitra Ampera (Kanavino Ahmad Rizqo/detikcom)

Politikus PDIP Kapitra Ampera (Kanavino Ahmad Rizqo/detikcom)

law-justice.co - Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menjawab somasi terbuka yang dilayangkan oleh Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI). Hal itu terkait penanganan kasus penjualan hak tagih utang atau cessie Bank BTN oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Tidak boleh ada diskriminasi penegakan hukum karena itu melanggar kepastian dan hak azazi manusia serta azaz hukum equalized," tegas Kapitra, Senin (15/3/2021).

Perlu diketahui, belum lama ini KAKI melayangkan somasi terbuka kepada Jaksa Agung yang diduga melakukan pembiaran atas buron Suzana Tanojo dan tidak serius memeriksa Mukmin Ali Gunawan yang saat ini juga memiliki kasus dugaan suap kepada pejabat pajak di KPK.

Terkait itu, Kapitra yang juga praktisi hukum ini menekankan bahwa Kejaksaan Agung harus tetap menjaga warwah dari penegakan hukum di negeri ini. "Jangan sampai masyarakat bertanya kenapa ini di usut yang lain tidak itu bisa memperburuk wajah penegakan hukum kita," tekannya.

"Jaksa Agung harus jawab semua pertanyan masyarakat itu dengan penegak hukum yang adil tanpa tebang pilih," tukasnya.

Berikut isi somasi terbuka KAKI yang dilayangkan kepada Jaksa Agung RI melalui media massa;

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini, Adi Partogi Simbolon, S.H. selaku Advokat dan Konsultan Hukum yang berkantor di Komite Anti Korupsi Indonesia beralamat di Jl. Cempaka Putih Tengah II Blok C No. 16

Adapun dasar dan/atau alasan diajukannya somasi ini adalah sebagai berikut:

1. Bahwa KAKI adalah selaku aktivis dan/atau masyarakat Pegiat Anti Korupsi yang mencermati Ketidakterbukaan dari Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI selaku Lembaga Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang dalam saat ini tengah mendalami adanya dan/atau melakukan pemeriksaan terkait perkara penjualan hak tagih utang atau cessie Bank BTN oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN);

2. Bahwa kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih utang (Cessie) PT Adyesta Ciptatama (AC) di Bank BTN pada BPPN kepada PT Victoria Securities Internasional Corporation (VSIC) diduga disuruh lakukan oleh Mukmin Ali Gunawan (Tergugat).

3. Bahwa untuk memerikasa Mukmin Ali Gunawan sebagai saksi yang diduga menjadi otak dalam kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih utang (Cessie) PT Adyesta Ciptatama (AC) di Bank BTN pada BPPN kepada PT Victoria Securities Internasional Corporation (VSIC), Kejagung telah melakukan berbagai upaya hingga pencarian dan bahkan pencekalan Mukmin Ali Gunawan dengan status pencekalannya ke luar negeri.

4. Bahwa adapun status pencekalan Mukmin Ali Gunawan (Tergugat) pertama kali pada Februari 2016. Kemudian, cekal kedua dilakukan hingga Maret 2017 dikarenakan ketentuan peraturan perundangan-undangan sesuai UU Kemigrasian, cekal hanya berlangsung untuk satu tahun.

5. Bahwa perbuatan melalaikan tugas dan/atau perbuatan melawan hukum sereta ketidakseriusan Kejagung yang tidak serius dalam melakukan pemeriksaan terhadap Mukmin Ali Gunawan dalam kasus ini, sementara tiga tersangka lain yakni “mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Tumenggung, mantan Analis Kredit BPPN Haryanto Tanudjaja dan dua orang Pengurus PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI) Suzana Tanojo dan Rita Rosela” sudah tersangka kasus Victoria atau kasus penjualan c faessie PT Adyesta Ciptatama (AC).

6. Kasus ini berawal saat PT Adyasta Ciptama (AC) mengajukan kredit saat PT Adyasta Ciptama (AC) mengajukan kredit senilai Rp469 miliar untuk membangun perumahan seluas 1.200 hektare di Karawang, Jawa Barat, ke salah satu bank pemerintah. Saat krisis moneter, bank yang memberikan pinjaman itu termasuk program penyehatan BPPN sehingga asetnya yang terkait kredit macet dilelang termasuk PT AC yang dibeli PT VS Indonesia senilai Rp26 miliar.Namun, ketika PT AC akan membeli kembali, PT VS Indonesia menetapkan harga senilai Rp2.1 triliun. Akhirnya, PT AC melaporkan dugaan permainan dalam transaksi ini ke Kejaksaan Agung R.I.

7. Bahwa BPK dalam hal menghitung kerugian negara, melakukan audit untuk mendapatkan nominal fix kerugian negara ada kendala yang dihadapi BPK karena tiga tersangka secara in-absentia (tanpa kehadiran terdakwa) sampai kini mereka belum ditentukan dalam kasus Cessie ini terlihat jelas ada pidana korupsinya. Kasus ini mencuat setelah adanya penurunan nilai penjualan aset dari Rp69 miliar menjadi Rp26 miliar. Nilai Rp69 miliar diperoleh saat lelang aset di BPPN dan dimenangkan taipan Prajogo Pangestu.

8. Bahwa selain ketidakseriusan Kejagung yang tidak serius dalam melakukan pemeriksaan terhadap Mukmin Ali Gunawan dalam kasus ini, pada kenyataannya hingga saat ini Sudah hampir 5 tahun Kejaksaan Agung tidak bisa membawa kasus ini ke Pengadilan, hingga Kejaksaan Agung akan melakukan sidang in absentia terhadap para tersangka tersebut.

Tindakan Mukmin Ali yang seolah kebal hukum sangat menyakiti hati kami.yang saat ini juga Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari KPK, di dalamnya menetapkan dua pejabat Ditjen Pajak sebagai tersangka kasus suap. Surat itu juga menyebut pihak konsultan pajak dari 3 korporasi sebagai penyuap, salah satunya PT Bank Pan Indonesia Tbk (Panin Bank).

Dengan ini kami mengajukan somasi agar kejaksaan menangkap Suzana Tanojo yang sudah lama menjadi buron yang mana menurut informasi Suzana Tanojo berada di Indonesia dan selama 7 hari dan selanjutnya apabila somasi tidak ditanggapi maka kami akan melakukan gugatan serta mendesak Komisi pemberantasan Korupsi untuk mengambil alih kasus ini.

Hormat kami,

Kuasa Hukum Penggugat

Komite Anti Korupsi Indonesia

Adi Partogi Simbolon, S.H.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar