LBM Eijkman Ungkap Sudah 48 Kasus Mutasi N439K Terdeteksi di Indonesia

Sabtu, 13/03/2021 11:49 WIB
Ilustrasi virus corona. (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

Ilustrasi virus corona. (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

law-justice.co - Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman mengungkapkan sebanyak 48 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian N439K telah terdeteksi di Indonesia sejak akhir tahun 2020 lalu. Varian virus ini kini dilaporkan telah menjangkit lebih dari 30 negara di dunia.

Sebanyak 48 kasus itu ditemukan dari 547 sampel whole genome sequencing (WGS) virus corona SARS-CoV-2, dan sudah dilaporkan Indonesia ke lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). GISAID adalah sebuah lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus corona SARS-CoV-2.

"Sudah dilaporkan sejak November atau Desember 2020 begitu ya, 48 kasus itu ditemukan diantara 547 sequence secara keseluruhan hingga saat ini itu," kata Kepala LPB Eijkman, Amin Soebandrio seperti melansir cnnindonesia.com.

Amin mengatakan, temuan itu didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah pihak, seperti LBM Eijkman, tim peneliti di Universitas Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.

Namun demikian, Amin belum bisa memberikan detail informasi wilayah Indonesia bagian mana saja yang hasil sampelnya menunjukkan adanya varian virus corona N439K.

"Belum dirangkum soalnya ya, saya harus buka data dulu," kata dia.

Lebih lanjut, Amin juga khawatir varian virus ini bakal mempengaruhi efektivitas vaksin virus covid-19 yang sudah beredar sampai saat ini. Sebab, berdasarkan studi, Amin menjelaskan bahwa N439K memiliki kemampuan untuk lebih menginfeksi seseorang dan memiliki daya ikat ke reseptor yang lebih besar.

"Dikhawatirkan dia bisa resisten terhadap antibodi yang menetralisasi, sehingga dikhawatirkan juga mempengaruhi hasil vaksinasi," pungkas Amin.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih sebelumnya juga mewanti-wanti potensi penularan baru terhadap N439K. Sebab menurut IDI, varian ini lebih `pintar` dari varian corona lainnya.

Daeng menyoroti penularan virus yang bisa terjadi melalui aerosol sehingga sulit dikendalikan pada orang-orang asimtomatis atau tidak bergejala. Ia pun menjelaskan transmisi aerosol artinya pembawa virus bisa menularkan virus hanya dengan bernapas atau berbicara.

"Varian N439K ini yang sudah (ditemukan) lebih di 30 negara ternyata lebih `smart` dari varian sebelumnya, karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," kata Daeng, Rabu (10/3) lalu.

Para ahli menyebut mutasi virus merupakan hal yang lumrah terjadi. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito baru-baru ini melaporkan enam kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian B117 di Indonesia. Dari enam kasus tersebut, tiga di antaranya ditemukan di DKI Jakarta.

Namun laporan itu berbeda dari yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang melaporkan enam kasus varian virus corona itu ditemukan dua di Karawang, Jawa Barat, satu kasus di Palembang, Sumatera Selatan pada 11 Januari.

Satu kasus di Kalimantan Selatan ditemukan pada 6 Januari, 1 kasus di Balikpapan, Kalimantan Timur ditemukan pada 12 Februari. Serta satu kasus ditemukan di Medan, Sumatera Utara pada 28 Januari lalu.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar