Jelang Vonis Nurhadi, Kuasa Hukum Nilai JPU Coba Sandra Putusan Hakim

Rabu, 10/03/2021 16:20 WIB
Eks Sekertaris MA Nurhadi (CNN)

Eks Sekertaris MA Nurhadi (CNN)

law-justice.co - Kuasa Hukum Nurhadi, Maqdir Ismail menilai tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak relevan kepada Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono. Serta telah menyandera kemungkinan vonis bebas oleh majelis hakim.

Terlebih, dia menyebut kalau tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Terdakwa I Nurhadi, dan tuntutan pidana penjara selama 11 Tahun terhadap Terdakwa II Rezky Herbiyono adalah tuntutan yang sewenang-wenang. Karena dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan kepada terdakwa yang dianggap tidak kooperatif.

"Bahwa oleh karena tuntutan pidana penjara tersebut tidak dilandasi oleh kebenaran dan kejujuran Penuntut Umum, namun lebih dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan, maka patut dinyatakan bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 Tahun terhadap Terdakwa I, dan tuntutan pidana penjara selama 11 Tahun terhadap Terdakwa II, kami tegaskan sekali lagi adalah tuntutan yang sewenang-wenang dan zalim," kata Maqdir dalam keterangannya, Rabu (10/3).

Oleh sebab itu, dia menilai sudah sepatutnya majelis hakim agar menolak dan setidaknya mengesampingkan tuntutan yang dilayangkan JPU dari KPK pada sidang sebelumnya.

"Bagi kami tuntutan hukuman yang tinggi ini adalah juga sebagai upaya untuk menyandera Majelis Hakim agar tidak berani membebaskan terdakwa," jelasnya.

Apalagi, dia memandang dakwaan kedua terkait penerimaan gratifikasi yang terkesan dipaksakan. Karena tidak berdasarkan keterangan saksi, tetapi hanya berdasarkan asumsi Penuntut Umum belaka adalah sebagai fakta sebagai alat Penuntut Umum untuk menuntut hukuman yang tinggi.

Karena memang penggunaan Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a Undang- Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Memungkinkan untuk dilakukan tuntutan penjara sampai seumur hidup, paling singkat 4 (empat) tahun dan paling tinggi 20 tahun.

"Dengan tuntutan yang tinggi itu pula tentu dapat diduga diharapkan bahwa Hakim tidak akan berani membebaskan Terdakwa, meskipun tidak berdasarkan bukti yang benar menurut hukum," katanya.

Sebagaimana diketahui rencananya sidang vonis terhadap Nurhadi dan Rezky akan digelar di PN Jakarta Pusat sekitar pukul 16.00 WIB di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).

Tuntutan JPU


Sebelumnya, Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dituntut pidana 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sementara menantunya, Rezky Herbiono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Nurhadi dan Rezky menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.

"Kami meyakini terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Jaksa KPK Lie Putra Setiawan dalam tuntutannya, Selasa (2/3) malam.

Hal yang memberatkan tuntutan yakni Nurhadi dan Rezky dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, merusak citra lembaga Mahkamah Agung RI, berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.

Sedangkan hal yang meringankan lantaran keduanya belum pernah dihukum. Jaksa beranggapan Nurhadi dan Rezky telah menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000. Menurut Jaksa, pemberian uang itu diterima oleh Nurhadi dan Rezky dari pemilik PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Pemberian suap dilakukan lantaran Hiendra meminta agar Nurhadi membantu mengurus perkata PT MIT dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).

"Dan permintaan (Hiendra) tersebut dikehendaki oleh terdakwa satu (Nurhadi) dan terdakwa dua (Rezky). Oleh karena itu, dakwaan ke satu (suap) terbukti menurut hukum," kata jaksa.

Sementara dalam dakwaan kedua, Nurhadi dan Rezky diyakini menerima gratifikasi dari pihak yang berperkara di pengadilan. Penerimaan gratifikasi diterima Nurhadi dan Rezky sejak 2012 hingga 2016. Menurut jaksa, gratifikasi yang diterima Nurhadi dan Rezky seluruhnya berjumlah Rp 37.287.000.000.

Atas dasar penerimaan suap dan gratifikasi dengan total keseluruhan Rp 83.013.955.000. Maka jaksa menuntut agar Majelis Hakim Pengadilam Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada Nurhadi san Rezky sebesar Rp 83 miliar.

Uang pengganti ini selambat-lambatnya dibayarkan satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu tersebut tidak dibayarkan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh Jaksa.

"Dalam hal ini tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara masing-masing selama dua tahun," ujar Jaksa.

Nurhadi dan Rezky dituntut melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar