KLB Disebut Tak Direstui Jokowi, Din: Moeldoko Harus Dipecat Dari KSP!

Senin, 08/03/2021 14:15 WIB
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Din Syamsuddin (Foto: Suara Muhammadiyah)

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Din Syamsuddin (Foto: Suara Muhammadiyah)

law-justice.co - Guru Besar Pemikiran Politik Islam FISIP UIN Jakarta, Prof Dr M. Din Syamsuddin mengatakan, Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara menciptakan kegaduhan nasional dan mengganggu tatanan demokrasi Indonesia. KLB itu menampilkan atraksi politik dan tragedi demokrasi yang fatal.

Di sisi lain, kata mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, penting untuk dipertanyakan apakah keterlibatan Jenderal (Purn) Morldoko pada KLB tersebut sudah seizin Presiden Joko Widodo sebagai atasannya atau tidak?

“Jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu maka dapat dianggap Presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi. Jika beliau tidak pernah mengizinkan maka Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden, dan jika dia memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP,” kata Din dalam keterangan tertulis yang diterima Harian Terbit di Jakarta, dilansir Senin (8/3/2021)

Pendongkelan

Lebih lanjut Din berpendapat, pelaksanaan KLB itu membuktikan bahwa upaya pendongkelan terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum yang sempat dibantah oleh pihak yang dituduh sebagai pelaku ternyata bukan isu apalagi rumor. Bantahan itu telah berfungsi semacam self fulfilling prophecy atau hal yg diciptakan untuk menjadi kenyataan.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini, sesuai informasi yang ada pelaksanaan KLB yang tidak berizin tersebut tidak sesuai dengan AD & ART Partai Demokrat, dan bertentangan dengan paradigma etika politik berdasarkan Pancasila.

“Maka yang tepat dan terbaik bagi Pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut. Jika Pemerintah mengesahkannya maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional,” paparnya.

Reshuffle Kabinet

Dihubungi terpisah, pengamat politik Rusmin Effendy menegaskan, sebaiknya Presiden Jokowi melakukan reshufle kabinet terhadap kinerja menteri yang tidak berkualitas.

"Sejak awal saya sudah wanti-wanti kabinet Jokowi masih KW3, reshufel kemaren pun tidak terlihat kinerjanya. Karena itu, sebaiknya harus di rombak total, masih ada waktu tiga tahun untuk memperbaiki kinerja para menteri," ujarnya.

Menurut Rusmin, salah satu yang menjadi sorotan publik adalah Menteri Perdagangan M Lutfi yang memberikan informasi tidak valid agar pemerintah memboikot produk luar.

"Mungkin maksudnya produk tertentu yang kurang pas, tapi dianggap semua produk luar. Ini kan mis komunikasi saja, tapi berakibat fatal. Yang memberi masukan dan yang menerima masukan sama-sama bloon, sehingga menjadi kontroversi," tegas dia.

Untuk itu, lanjut dia, pernyataan semacam itu harus diluruskan karena menyangkut kredibilitas dan wibawa pemerintah agar tidak jadi image negatif. "Ini membuktikan kualitas menteri Jokowi banyak KW3, belum menunjukan kinerja dan berkualitas," ujarnya.

Rusmin juga mencontohkan, Mensos Tri Risma sampai saat ini belum berhasil membuktikan kinerjanya, padahal banyak daerah yang terkena musibah banjir dan longsor. "Yang terjadi justru pencitraan untuk merebut posisi DKI1. Risma sendiri adalah walikota yang gagal kok bisa diangkat sebagai menteri. Kan aneh orang tidak punya kapasitas diangkat menjadi menteri," kata dia.

Yang tak kalah menimbulkan kontroversi adalah Menkes. "Baru sekarang di era Jokowi seorang Menkes bukan dari disiplin keilmuan. Menkes sendiri tidak mampu memberikan payung hukum soal persyaratan bepergian yang harus menggunakan rapid test antigen yang sangat memberatkan dan harga yang berbeda-beda di setiap daerah, termasuk soal penanganan covid-19 yang semakin tidak jelas.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar