Sempat Dirayu Geser AHY, Gatot: Moral Etika Saya Tak Bisa Terima Itu!

Minggu, 07/03/2021 10:24 WIB
Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo (Foto: Twitter/@Gatot Nurmantyo)

Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo (Foto: Twitter/@Gatot Nurmantyo)

law-justice.co - Hingga saat ini, masalah yang menjerat Partai Demokrat masih ramai diperbincangkan.

Kubu Agus Harimurti Yudhoyono terus melakukan perlawanan terhadap Partai Demokrat kubu Moeldoko.

Moeldoko sendiri diputuskan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) lalu.

Dia terpilih melalui votting berdiri dan berlangsung hanya dalam hitungan menit.

Proses `kudeta` partai Demokrat itu pun disebut dilakukan dengan cara inkonsistional dan mengabaikan AD/ART partai.

Beberapa pengamat menyebut bahwa pengambilalihan partai Demokrat itu `serampangan dan kasar`.

Meski demikian, hingga saat ini pihak Demokrat kubu KLB cuek dan tidak banyak menanggapi komentar miring dari kubu AHY.

Di tengah ramainya kecaman terhadap Moeldoko, muncul pengakuan dari mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Dalam wawancara aku channel Bang Arief, Gatot menyinggung soal KLB partai Demokrat kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Gatot menyebutkan bahwa saat ini sudah terjadi politik yang tidak sehat.

"Ini kan politik yang sudah tidak sehat. Politik sudah menyimpang dari Pancasila, di sila ke empat. Jadi musawarah itu sekarang sudah nggak ada, (sekarang) votting. Begitu votting, pasti money politik bisa terjadi. Inilah penyimpangan ini," jelas Gatot Nurmanyo yang dikutip Minggu (7/3/2021).

Menyikapi keterlibatan Moeldoko dalam `kudeta; Partai Demokrat, Gatot menyebut dirinya sempat ditawarin untuk ikut serta dalam aksi itu.

"Ada juga yang datang kepada saya. Saya tanya gimana prosesnya, nanti bikin KLB. Yang dilakukan kita mengganti AHY dulu melallui mosi tidak percaya. Setelah AHY turun, nanti pemilihan," jelas Gatot.

Menurut Gatot, bagaimanapun SBY memiliki peran penting terhadap kariernya hingga menjadi panglima TNI.

Jadi, tidak mungkin ia menerima tawaran itu meskipun dijanjikan dengan `kekuasaan` apabila sudah menguasai Partai Demokrat.

"Saya bilang, saya ini bisa naik bintang satu, dua tiga, kemudian jabatan pangkostrad presidennya pasti tahu. Saat itu presidennya Pak SBY. Bahkan saya saat pangkostrad saya dipanggil ke istana, beliau bilang, kamu akan menjadi kepala staff angkatan darat. Beliau hanya pesan, laksanakan tugas dengan profesional, cintai prajurit dan keluargamu dengan segenap hati dan pikiran."

"Apakah iya saya dibesarkan oleh dua presiden, Pak SBY dan Pak Jokowi, terus saya membalasnya dengan mencongkel anaknya. Lalu nilai-nilai atau value apa yang akan saya berikan kepada anak saya?"

"Ini jadi semacam cerita sejarah juga. Waktu itu di Amerika tahun 1940an, ada mafia, dia kaya sekali. Anaknya cuma satu. Terus dia merenung, nilai-nilai apa yang saya berikan kepada anak saya, dicap sebagai anak mafia. Dia sadar kemudian berubah. Dia akhirnya ditembak mati."

Saat merenungi itu, Gatot pun menolak ikut terlibat dalam aksi pengambilalihan Partai Demokrat.

"Saya terimakasih, tapi moral etika saya tidak bisa menerima dengan cara seperti itu," tandasnya.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar