Keadaan Myanmar Terus Memburuk, Lebih dari 50 Orang Tewas

Kamis, 04/03/2021 13:15 WIB
Unjuk Rasa di Myanmar (Foto: Getty Images/The Guardian)

Unjuk Rasa di Myanmar (Foto: Getty Images/The Guardian)

law-justice.co - Demonstrasi besar-besaran di Myanmar pada Rabu (3/3) berujung pada tindak kekerasan yang dilakukan oleh militer dan aparat keamanan. Sedikitknya 38 orang tewas setelah pasukan keamanan Myanmar menembaki pengunjuk rasa.

Gelombang unjuk rasa terus membesar, menentang aksi kudeta militer terhadap pimpinan sipil dan tokoh Aung San Suu Kyi. Polisi dan militer semakin sering menggunakan kekerasan untuk menghancurkan demonstrasi. Sejak kudeta junta militer 1 Ferbuari lalu, lebih dari 50 orang tewas dan 1.300 orang ditahan.

“Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi pada tanggal 1 Februari. Kami memiliki hari ini 38 orang meninggal. Kami sekarang memiliki lebih dari 50 orang tewas sejak kudeta dimulai, dan banyak yang terluka,”kata utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, dilansir dari The Guardian.

Massa terus turun ke jalan setiap hari untuk menentang junta militer, hanya dengan kacamata, topi keras, dan perisai buatan sendiri untuk perlindungan. Para pengunjuk rasa menuntut militer memulihkan demokrasi dan membebaskan Presiden Win Myint dan Aung San Suu Kyi.

Seorang aktivis HAM di Yangon, Thinzar Shunlei Yi, menyebut kondisi di sana sebagai tragedi pembantaian. Beberapa dari demonstran yang tewas masih berusia belasan tahun. Polisi yang terdesak oleh ribuan massa aksi melepaskan tembakan.

Seorang pengunjuk rasa yang menyaksikan tindakan keras di kotapraja Okkalapa Utara mengatakan kepada Guardian bahwa penembakan itu terus berlanjut.

“Saya masih akan pergi ke garis depan. Jika saya tertembak dan mati maka biarlah. Saya tidak tahan lagi, ”kata dia.

Perserikatan Bangsa-bangsa sudah memperingatkan militer atas tindakan brutal yang merka lalukan. Dunia mengancam Myanmar atas sanksi internasional. Namun panglima militer Myanmar, Soe Win, menegaskan bahwa mereka tidak takut akan sanksi PBB.

"Kami terbiasa dengan sanksi dan kami selamat. Kita harus belajar berjalan hanya dengan sedikit teman," katanya kepada wartawan di New York.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar