Nama Politikus PDIP Tak Ada di Dakwaan Kasus Bansos, Begini Kata KPK

Jum'at, 26/02/2021 22:24 WIB
Begini kata KPK soal tak munculnya nama Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan (Radar Group)

Begini kata KPK soal tak munculnya nama Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan (Radar Group)

Jakarta, law-justice.co - Tak munculnya nama politikus PDIP Ihsan Yunus dalam suraat dakwaan kasus korupsi terkait pengadaan paket Bansos Covid-19 jadi sorotan publik. Hal itu pun langsung direspon oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Jaksa KPK sudah membaca surat dakwaan terhadap terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian IM dalam kasus yang juga menjerat eks Mensos Juliari Batubara tersebut.

"Surat dakwaan JPU KPK tentu disusun berdasarkan fakta-fakta rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan pemeriksaan saksi-saksi pada proses penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (26/2/2021).

"Dalam berkas perkara terdakwa Harry Sidabukke dkk ini, Ihsan Yunus saat itu belum dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," imbuhnya.

Ali menyebut pemeriksaan saksi saat itu fokus pada kebutuhan penyidikan dalam pembuktian unsur pasal sangkaan para tersangka pemberi suap. Selain itu, dia juga berdalih soal keterbatasan waktu dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka.

"Keterbatasan waktu yang dibutuhkan sesuai ketentuan undang-undang dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap yang hanya 60 hari tentu juga menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka tersebut," ujarnya.

Ali pun mengajak masyarakat, termasuk pihak Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk mengikuti, mencermati, dan mengawasi setiap proses persidangan sehingga dapat memahami konstruksi perkara ini secara utuh dan lengkap. KPK juga akan menindaklanjuti temuan fakta hukum terkait keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

"Kami tegaskan, KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum, bukan atas dasar asumsi dan persepsi apalagi desakan pihak lain," ucap Ali.

"Kami memastikan, sejauh ditemukan fakta hukum keterlibatan pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkan pihak lain tersebut sebagai tersangka, baik dalam pengembangan pasal-pasal suap menyuap maupun pasal lainnya," tambahnya.

Sebelumnya, ICW menyoroti hilangnya nama Ihsan Yunus dalam dakwaan Harry Van Sidabukke dan Ardian IM dalam kasus dugaan korupsi bansos Corona. Sebab, nama Ihsan Yunus mencuat dalam rekonstruksi.

"ICW mempertanyakan hilangnya nama Ihsan Yunus. Hal ini janggal, sebab, dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul. Bahkan, dalam salah satu bagian rekonstruksi yang lalu dijelaskan Harry Van Sidabukke menyerahkan uang dengan total Rp 6,7 miliar dan dua sepeda merek Brompton kepada Agustri Yogasmara (operator Ihsan Yunus)," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Kamis (25/2).

Selain itu, ICW menyebut penuntut umum tidak menjelaskan perihal siapa Agustri Yogasmara yang ada dalam surat dakwaan. Padahal, kata dia, masih dalam konteks yang sama, rekonstruksi KPK secara gamblang menyebutkan bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus.

"Dakwaan yang dibacakan tersebut sudah barang tentu menyasar pada tindak pidana yang dilakukan oleh Harry Van Sidabukke," ucap Kurnia.

Kurnia juga mempertanyakan apakah memberikan uang miliaran dan sejumlah barang kepada yang diduga sebagai perantara seorang penyelenggara negara tidak dianggap sebagai perbuatan pidana. Menurutnya, penting pula ditegaskan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP disebutkan bahwa surat dakwaan mesti ditulis secara cermat, jelas, dan lengkap.

"Untuk itu, ICW mengingatkan kembali kepada jajaran pimpinan, deputi, maupun direktur di KPK agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum, misalnya melindungi atau menghalang-halangi kerja penyidik untuk membongkar tuntas perkara ini. Sekaligus, ICW juga meminta agar Dewan Pengawas mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry Van Sidabukke," katanya.

Dalam kasus ini, Harry dan Ardian didakwa menyuap Juliari Batubara dengan total Rp 3,2 miliar. Suap itu untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bansos di Jabodetabek tahun 2020.

Harry dan Ardian didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar