Soal Pembangunan Jaringan Gas, PKS Sebut Pemerintah Tidak Serius

Kamis, 25/02/2021 15:29 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI, Mulyanto, mendesak pemerintah mempercepat pembangunan jaringan gas (jargas) secara nasional agar program substitusi impor LPG dengan gas alam dapat dioptimalkan.

Upaya ini menurut Mulyanto perlu dilakukan dalam rangka menekan defisit transaksi berjalan dan membangun ketahanan energi secara lebih massif.

"Target Pemerintah di tahun 2024 adalah sebesar 4 juta sambungan rumah tangga (SR) jargas. Sementara realisasi sampai dengan tahun 2020, baru mencapai total sebesar 660 ribu SR atau sekitar 16.5 persen. Masih sangat jauh dari target. Padahal waktu yang tersisa tinggal 3 tahun lagi," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2/2021).

Mulyanto menilai sejauh ini pemerintah kurang serius mengembangkan jaringan gas di wilayah-wilayah produktif. Ia mencontohkan hingga kini wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan belum terjangkau jargas. Padahal, pilot project jargas di rumah susun Tangerang sudah lama berjalan.

"Beberapa wilayah di Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi sudah masuk jargas. Tapi Tangerang sampai sekarang masih belum. Ini kan menunjukan pemerintah tidak serius menjadikan jargas sebagai sumber energi alternatif bagi masyarakat," ujar Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menjelaskan, secara umum program substitusi LPG dengan gas alam ini dapat menghemat devisa. Hitungannya, harga gas alam lebih murah daripada LPG. Selain itu, cadangan gas alam juga lebih melimpah.

Dengan begitu, secara nasional, masyarakat dapat berhemat sebesar Rp. 0,3 triliun per tahun. Sementara pemerintah dapat menghemat subsidi LPG sebesar Rp 3,3 triliun per tahun. "Jumlah yang lumayan besar," katanya.

Mulyanto menyambut baik upaya Kementerian ESDM untuk substitusi LPG dengan Dimethyl Ether (DME), sebagai hasil gasifikasi batubara yang dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG.

"Sepanjang menguntungkan dan sesuai dengan keekonomiannya, upaya komplementatif DME ini juga penting untuk dikembangkan," ujarnya.

Untuk diketahui, berdasarkan data Kementerian ESDM yang dihimpun dari Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, per Januari 2017 Indonesia memiliki cadangan gas bumi sebanyak 142,72 TSCF atau setara dengan 1,53 persen cadangan gas bumi di dunia. Dari jumlah tersebut, 100,36 TSCF merupakan cadangan gas terbukti dan 42,36 TSCF merupakan cadangan gas potensial.

Kementerian ESDM juga mencatat, lifting gas bumi Indonesia akan mengalami fluktuasi hingga mencapai puncaknya di tahun 2022 sebesar 8.661 MMSCFD, kemudian mengalami penurunan menjadi 8.048 MMSCFD di tahun 2027 nanti. Adapun pada tahun 2019 lalu, lifting gas bumi Indonesia berada di level 1.060 MBOEPD. Sedangkan di tahun ini pemerintah mematok target lifting gas bumi sebesar 1.191 MBOEPD.

"Cadangan gas bumi di Indonesia pada dasarnya masih sangat melimpah. Belum lagi bila dilaksanakan eksplorasi baru, angka-angka ini diyakini akan meningkat," kata Mulyanto.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar