LIPI: Varian Baru Covid-19 Hasil Mutasi Bikin Efikasi Vaksin Berkurang

Rabu, 24/02/2021 17:00 WIB
Ilustrasi Mutasi Virus (Merdeka)

Ilustrasi Mutasi Virus (Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto mengatakan ada kemungkinan rekombinasi atau gabungan dua varian virus corona penyebab COVID-19 yang membentuk varian baru bisa menyebabkan efektivitas vaksin COVID-19 berkurang.

"Varian baru yang terbentuk mungkin saja menyebabkan efektifitas vaksin menjadi berkurang," kata Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI Wien dilansir Antara, Rabu (24/2).

Dia menuturkan memang ada kemungkinan dua varian virus Corona SARS-CoV-2 hasil mutasi bergabung membentuk varian baru.

Ketika dua varian virus SARS-CoV-2 yang berbeda menginfeksi seseorang, meskipun cukup jarang terjadi, terdapat kemungkinan terjadinya proses yang disebut rekombinasi yaitu ketika kedua varian tersebut saling menukar beberapa gennya.

Proses rekombinasi itu dapat menyebabkan terbentuknya varian baru yang menggabungkan mutasi-mutasi dari kedua varian sebelumnya. Tentunya rekombinasi varian virus itu menjadi tantangan dalam pengembangan vaksin ke depan.

Untuk itu, Wien menuturkan perubahan genom virus SARS-CoV-2, terutama yang menyebabkan perubahan struktur receptor binding domain (RBD) pada protein spike, harus selalu dimonitor misalnya dengan pengurutan genom menyeluruh (whole genom sequencing) agar apabila terjadi perubahan yang signifikan, perlu dibentuk vaksin baru yang mengacu pada perubahan tersebut.

Hal itu, ibarat vaksin influenza/flu yang harus diperbarui pada periode tertentu mengantisipasi adanya perkembangan virus yang menyebabkan efektivitas vaksin berkurang.


Sebelumnya, Peneliti Mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Sugiyono Saputra mengatakan ada kemungkinan proses rekombinasi terjadi di mana dua varian virus Corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19, bergabung membentuk varian baru.

"Proses rekombinasi mungkin bisa terjadi jika sel inang terinfeksi oleh dua atau lebih varian SARS-CoV-2," kata Sugiyono.

Ketika replikasi virus berjalan di dalam sel inang, menurut dia, mungkin ada penggabungan elemen genom dari varian yang berbeda tersebut dan membentuk varian lain.

"Tapi, rekombinasi beberapa varian SARS-CoV-2 tersebut perlu diteliti lebih lanjut, terutama bagaimana mekanisme sebenarnya dalam sel inang karena sementara ini bukti yang dikemukakan mungkin hanya berasal dari analisis database genom SARS-CoV-2 yang sudah ada," katanya.

Sugiyono menuturkan bukti ilmiah lainnya juga masih diperlukan terkait efek dari proses rekombinasi terhadap penderita jika itu memang benar terjadi.

Menurut Sugiyono, kebanyakan varian baru yang ada merupakan hasil mutasi satu varian yang terakumulasi dalam waktu tertentu. Mutasi itu terjadi ketika virus itu bereplikasi dalam sel inang dan bertransmisi dari satu individu ke individu lainnya.

Untuk mengantisipasinya ancaman rekombinasi tersebut, genom SARS-CoV-2 memang perlu terus dipantau secara berkelanjutan untuk mendeteksi jika ada perubahan signifikan pada genom virus, terutama ketika ada kasus pada suatu klaster tertentu yang jumlah penderitanya signifikan atau dengan tingkat keparahan yang lebih dari biasanya, ataupun pada kasus reinfeksi dan kasus pada seseorang yang sudah divaksinasi.

"Dalam hal ini, perlu diketahui sebetulnya jenis varian apa yang berperan dan bagaimana karakteristik genomnya," ujarnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar