Kasus Red Notice, Irjen Napoleon Sebut Tommy Mengarang Cerita

Senin, 22/02/2021 17:40 WIB
Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte (Antara)

Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte menyebut bahwa Tommy Sumardi selaku perantara suap Djoko Tjandra dianggap telah mengarang cerita dalam proses penyidikan kasus suap penghapusan Red Notice Djoko.

Hal disampaikan Napoleon dalam membacakan pledoi atau nota pembelaan di depan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).

"Rekayasa kasus ini pun dimulai. Tommy nggak punya pilihan lain kecuali berupaya mati-matian agar tidak dituntut karena telah menipu mentah-mentah Djoko dengan janji dapat mengurus red notice," kata Napoleon.

Maka itu, kata Napoleon, bahwa Tommy dalam proses penyidikan di Bareskrim dianggap merekayasa cerita bahwa uang tersebut dibagikan kepada Napoleon.

"Untuk lebih meyakinkan penyidik Tommy Sumardi menyatakan bahwa ia telah ditipu dan diperalat oelh kami selaku kadivhubinter. Pernyataan Tommy justru mengungkap motifnya sendiri bahwa dia yang menipu Djoko," ungkap Napoleon

Menurut eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu, bahwa penyidik Bareskrim Polri mengusut kasus terhadap Tommy dan Kepala Bagian Kejahatan Internasional Divisi Hubinter Komisatis Besar Tommy Aria Dwiyanto itu pada 5 Agustus 2020.

"Semula mengarah kepada perbuatan yang diduga dilakukan oleh Tommy Sumardi dan Kombes Pol Tommy Aria Dwiyanto sebagaimana laporan polisi nomor 0430 kemudian berubah sasaran dan langsung diarahkan kepada kami," ungkap Napoleon

Menurut Napoleon, Tommy mulai mengarang cerita dihadapan penyidik seolah-oalh dirinya memiliki keterlibatan dalam perkara sengkarut Djoko Tjandra.

Apalagi, karangan cerita Tommy, hanya memanfaatkan rekaman CCTV yang terpasangan di gedung TNCC Interpol.

"Memanfaatkan bukti rekaman CCTV di lantai 1 Gedung TNCC Mabes Polri, Tommy mengarang cerita bahwa kedatangannya dimaksudkan utk bertemu dan menyerahkan uang kepada kami yang berkantor di lantai 11," ucapnya.

Lebih lanjut, kata Napoleon, jika Tommy juga memanfaatkan Brigjen Prasetijo Utomo untuk membocorkan informasi perihal red notice.

"Dalam fakta persidangan, Tommy telah memanfaatkan Brigjen Prasetijo untuk memerintahkan Brigadir Junjungan Fortes agar membocorkan informasi dan surat-surat yang dibutuhkannya tanpa sepengetahuan kami selaku Kadivhubinter," kata dial

Dituntut 3 Tahun Penjara

Dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI, terdakwa Edhy dituntut tiga tahun penjara.

Selain pidana badan, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu, turut membayar uang denda sebesar Rp100 juta, subsider enam bulan kurungan penjara.

Adapun hal memberatkan terdakwa Napoleon. Ia, tak mendukung upaya pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih bebas dari korupsi.

"Perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum," ucap Jaksa Junaidi.

Dalam hal meringankan, terdakwa Napoleon selama persidangan bersikap sopan dan belum pernah dihukum penjara.

Dakwaan

Dalam dakwaan, Napoleon diduga menerima suap dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi senilai 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Napoleon telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar