Revisi UU ITE Dikritik, LBH Pers: Makin Keluar dari Akar Masalah!

Senin, 22/02/2021 13:40 WIB
 Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin (MI)

Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin (MI)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengritik rencana pemerintah yang akan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE ).

Menurut Ade, interpretasi tanpa adanya revisi tidak akan menjawab akar masalah dari substansi pasal-pasal karet yang ada di dalam UU ITE . Lagi pula, interpretasi UU yang sah menurut hukum adalah penjelasan dalam UU itu sendiri.

"Dalam per-UU-an, interpretasi undang-undang yang sah adalah penjelasan dalam undang-undang itu sendiri. Kalaupun mau ada interpretasi, harus ada dulu draf revisinya. Jadi interpretasi nantinya bisa dimasukkan ke dalan revisi UU ITE ," kata Ade, dilansir dari MNC Portal, Senin (22/2/2021)

Menurutnya, kalau hanya interpretasi tanpa ada revisi, itu tidak menjawab akar masalah yang keluar dari subtansi pasal-pasal yang karet tersebut.

Ade menegaskan, revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE adalah mutlak dan harusnya menjadi prioritas. Kalaupun ada interpretasi, itu bisa dilakukan namun sifatnya sementara untuk menekan angka kriminalisasi.

"Harus tetap revisi UU ITE-nya. Cabut pasal-pasal bermasalah. Revisi harus tetap jalan dan prioritas, kalaupun mau ada interpretasi itu bisa sifatnya sambil menunggu proses revisi untuk menekan angka kriminalisasi," imbuh dia.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mendukung upaya lembaga yudikatif serta Kementerian/Lembaga terkait untuk memperjelas penafsiran atas beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kominfo mendukung Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian/Lembaga terkait dalam membuat pedoman intepretasi resmi terhadap UU ITE agar lebih jelas dalam penafsiran," tegasnya melalui siaran pers.

Presiden Jokowi menyoroti belakangan ini banyak masyarakat saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya. Hal ini sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

Karena itulah, Kepala Negara memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beserta seluruh jajarannya untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.

Jokowi ingin penerapan UU ITE memenuhi rasa keadilan. Namun demikian, bila saat ini ada pasal bermasalah dalam beleid itu, ia terbuka untuk merevisi UU tersebut.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri 2021 di Istana Negara, Jakarta, pada Senin 15 Februari 2021.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar