Terbit PP No 46 Tentang Pos, Telekomunikasi & Penyiaran, Ini Maksudnya

Senin, 22/02/2021 06:28 WIB
Presiden Joko Widodo (merahputih)

Presiden Joko Widodo (merahputih)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan 49 beleid baru sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Sebanyak 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) diteken Jokowi sebagai aturan teknis dari UU Cipta Kerja yang lebih dulu terbit.

Salah satu aturan hukum barunya adalah PP nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.

Dalam turunannya, pasal PP ini membahas tiga poin di antaranya adalah Penyelenggara Telekomunikasi pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio dapat melakukan pengalihan hak penggunaan frekuensi radio kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

Lalu poin selanjutnya membahas Spektrum Frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pita frekuensi radio yang telah ditetapkan hak penggunaannya dalam IPFR.

Lalu, ayat (3) membahas pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam prinsip persaingan usaha yang sehat, non diskriminatif dan perlindungan konsumen.

Sebagai informasi, Pemerintah sempat mengatakan akan membahas penggunaan bersama spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi.

Berdasarkan catatan Kontan, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna menjelaskan, terkait penggunaan spektrum frekuensi radio, pemegang perizinan berusaha melakukan kerja sama dalam penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru.

Prinsipnya, teknologi baru ini demi kepentingan publik dan tidak mengganggu persaingan usaha yang sehat.

Selain itu, BRTI juga menyampaikan jika kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru, mempertimbangkan empat hal.

Pertama, optimalisasi penggunaan spektrumnya. Sebab, spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya milik negara yang terbatas.

"Jadi dari semua frekuensi radio yang kita alokasikan ke semua (operator) seluler yang sifatnya nasional itu diharapkan optimal digunakan oleh semua operator untuk melayani masyarakat, khususnya layanan yang belum bisa dijangkau masyarakat," kata Kresna beberapa waktu lalu.

Ia melanjutkan, saat ini sekitar 12.000 desa/kelurahan belum memiliki layanan seluler 4G. Hal ini masih membutuhkan pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi ke 12.000 desa tersebut.

Ia mengatakan, salah satu medium untuk melakukan layanan telekomunikasi khususnya seluler dengan menggunakan spektrum. Dengan kerja sama penggunaan spektrum diharapkan optimalisasi dapat terjadi.

Kedua, pertimbangannya adalah efisiensi pembangunan jaringan. Jika pembangunan jaringan hanya dilakukan oleh satu operator telekomunikasi dengan spektrum terbatas, akan membutuhkan dana yang besar dan mahal.

“Kalau mahal maka harga atau tarif yang ditawarkan kepada pelanggan juga akan mahal sehingga masyarakat tidak bisa menikmati secara lebih banyak,” sambung dia.

Ketiga, pertimbangan yang berkaitan dengan kualitas layanan. Kualitas layanan yang diterima pelanggan harus baik dan seoptimal mungkin.

“Keempat, kaitan dengan semua kriteria tadi tetap kita kaitkan dengan ada nggak niat baik dari masing-masing operator bahwa yang namanya kerja sama penggunaan spektrum yang salah satunya spektrum sharing memang ditujukan untuk kemaslahatan pelanggannya bukan ditujukan untuk mengganggu iklim kompetisi yang sudah berjalan dengan baik,” tutupnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar