Din Minta SKB 3 Menteri Dicabut, Ferdinand: Ciri-ciri Orang Radikal

Sabtu, 20/02/2021 14:22 WIB
Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean (Foto: Merdeka)

Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean (Foto: Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean mengungkap ciri-ciri orang radikal saat mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin minta Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri dicabut. Ferdinand mengatakan ciri-ciri orang radikal seperti yang dilakukan oleh Din.

Din Syamsuddin menolak hal itu karena menilai keputusan SKB Tiga Menteri itu justru tidak relevan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

"Pak Din, mungkin bagi bapak hal itu tidak urgent. Saya bisa paham, karena ciri-ciri orang radikalis memang seperti itu salah satunya, gemar pemaksaan. Tapi bagi saya, bagi kami Anak Negeri yang cinta NKRI, cinta Pancasila dan hidup menjaga toleransi, SKB itu sangat urgent," tulis Ferdinand seperti dikutip dari akun twitter @FerdinandHaean3, Sabtu (20/2/2021).

Sebelumnya, Din Syamsuddin mengungkapkan kalau SKB tiga Menteri tidak memiliki urgensi terutama bagi para murid. Karena itu menurutnya lebih baik keputusan itu ditarik atau direvisi sesuai dengan masukan dari sejumlah ahli.

"SKB 3 Menteri ini tidak relevan, tidak urgen, dan tidak siginifkan, maka ia adalah kebijakan yang tidak bijak dan kebijakan yang tidak sensitif terhadap realitas. Oleh karena itu maka karena itu, baiknya bisa untuk dihilangkan, dicabut, ditarik, atau saran moderat yang banyak disampaikan tadi adalah di revisi agar tidak menyimpang dari nilai dasar dan nilai budaya Indonesia," kata Din dalam diskusi daring bertajuk `SKB Tiga Menteri Untuk Apa?` pada Rabu (17/2/2021).

Ada sejumlah alasan mengapa Din menyebut SKB 3 Menteri itu tidak relevan, tidak urgen dan tidak sensitif terhadap realitas. Pertama ialah karena keputusan itu justru dianggapnya menghambat pengamalan sila pertama Pancasila dan UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan beribadah.

Kemudian ia menyebut jika ditinjau dari aspek sosiologi kultural masyarakat Indonesia, banyak sekali yang memiliki kearifan lokal berbeda-beda. Itu pun kerap beririsan dengan nilai agama seperti misalnya di Sumatera Barat.

"Maka praktek sosial kebudayaan yang dicerahi dengan nilai agama itu jangan sampai dihilangkan," ujarnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar