Utang Numpuk, Tender Kaus Kaki Dirjen Bea Cukai Rp1,5 M Dipertanyakan

Senin, 15/02/2021 10:34 WIB
Utang Numpuk, Tender Kaos Kaki Dirjen Bea Cukai Rp1,5 M Dipertanyakan. (Twitter @HukumDan).

Utang Numpuk, Tender Kaos Kaki Dirjen Bea Cukai Rp1,5 M Dipertanyakan. (Twitter @HukumDan).

Jakarta, law-justice.co - Pengadaan kaus kaki pegawai di lingkungan Direktorat Jendral Bea dan cukai tahun anggaran 2021 dengan pagu anggaran sebesar Rp1.5 Miliar kini menjadi sorotan warganet.

Awalnya, seorang warganet dengan akun @HukumDan melontarkan kicauan terkait masalah tersebut.

Dia mempertanyakan apa urgensinya pengadaan kaus kaki dengan dengan anggaran yang cukup besar tersebut.

Pasalnya menurut dia, pengadaan itu sangat tidak penting mengingat kondisi keuangan negara yang tengah mengalami krisis dengan jumlah utang negara yang menumpuk.

"Hutang udah numpuk. Kaus kaki pegawai pun pake tender. Emang kaos kaki harus seragam ya pak Presiden @jokowi. Pengadaan Kaus Kaki Pegawai Di Lingkungan Direktorat Jendral Bea dan cukai TA 2021 pagu anggaran 1.5 M. Emang gak bisa beli dari gaji? Ya ampuun" kicaunya di twitter.

Pengadaan Kaos Kaki Dirjen Bea Cukai. (Pengadaan.id).

Kicauanya tersebut sontak mengundang komentar netizen lain. Hingga berita ini diturunkan, setidaknya ada sekitar 500-an lebih yang me-retweet kicauang tersebut dengan 1.800-an lebih yang menyukai.

Sejumlah warganet juga memberikan komentarnya. Salah satunya akun @LTwitland.

"Mantap ni @KemenkeuRI. Sekalian belikan sempaknya ya Bil @PNS_Ababil" kicaunya.

Sedangkan akun @utisurti berpendapat: "Pake kaus kaki yang ceban dapat 3 aja dah nyaman ... kaga gatal, kaga bau , kalo yang mahal dijamin kaga bau ga ya....eimmmm".

Selanjutnya ada akun @SrgRia yang berpendapat: "Wahh kalo di kasih anak sekolah di kampung kampung yg susah, bisa berapa sekolah tuh yg kebagian... aturan yg membutuh kan di bagi in... asli itu orang tuanya seneng... oooalah kaos kaki..kaos kaki..".

Penyebab Utang RI Bengkak Nyaris Rp6.000 Triliun

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir November 2020 tembus US$416,6 miliar atau Rp5.855 triliun (kurs Rp14.055 per dolar AS). Utang tumbuh 3,9 persen secara year on year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 3,3 persen.

Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono mengatakan utang tersebut terdiri dari dua sumber. Pertama, utang sektor publik yang dihimpun pemerintah dan BI sebesar US$206,5 miliar. Kedua, utang luar negeri sektor swasta yang mencapai US$210,1 miliar.

Erwin menjelaskan kenaikan utang tersebut, yakni peningkatan penarikan utang luar negeri pemerintah.

"Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai utang luar negeri berdenominasi rupiah," ujarnya dikutip dari keterangan resmi, Selasa (19/1).

Untuk utang pemerintah, BI mencatat posisi utang luar negeri mencapai US$203 miliar atau tumbuh 2,5 persen (yoy). Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan Oktober yang hanya 0,3 persen (yoy).

Menurutnya, pertumbuhan utang pemerintah ditopang kepercayaan investor, sehingga mendorong aliran masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Selain itu, tambahan utang tersebut disebabkan penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Utang luar negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas," tuturnya.

Sementara, utang luar negeri sektor swasta yang mencapai US$210,1 miliar, atau tumbuh 5,2 persen (yoy). Berbeda dengan utang pemerintah, utang sektor swasta melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 6,4 persen (yoy).

Penurunan penarikan utang itu, lanjutnya, dipicu perlambatan pertumbuhan utang luar negeri perusahaan bukan lembaga keuangan dari 8,3 persen menjadi 7,2 persen pada November kemarin.

Perlambatan juga dipicu utang luar negeri lembaga keuangan yang mengalami kontraksi 1,4 persen.

Dengan komposisi itu, sambung Erwin, utang luar negeri Indonesia sampai saat ini masih sehat. Ini tercermin dari rasio utang luar negeri yang masih terkendali di level 39,1 persen.

Kesehatan rasio utang juga tercermin dari struktur utang luar negeri Indonesia yang 89,3 persennya berjangka panjang.

"Dalam rangka menjaga agar struktur utang luar negeri tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan utang, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," jelasnya.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar