PKS Pertanyakan Rencana Penyerahan Transmisi Listrik ke Swasta

Selasa, 09/02/2021 11:40 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: dpr.go.id).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: dpr.go.id).

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI, Mulyanto, mempertanyakan niat pemerintah yang ingin melibatkan pihak swasta di sisi transmisi listrik nasional. Mulyanto khawatir keputusan itu dapat melanggar UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang mengatur integrasi vertikal (bundling) pengusahaan ketenagalistrikan oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini PLN.

Mulyanto mengingatkan bahwa listrik termasuk cabang-cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai oleh negara, sesuai dengan amanat UUD tahun 1945 Pasal 33 ayat 2 yang wajib dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Menyerahkan aspek transmisi listrik kepada pihak swasta, menurut Mulyanto, secara langsung membuat pengusahaan listrik menjadi bersifat tidak terintegrasi dalam suatu badan usaha (unbundling).

Mulyanto mengatakan keputusan MK terkait dengan soal ini pernah diambil tahun 2016, khususnya pasal 10 ayat (2) dan pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan.

Pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan yang menyatakan bahwa‎ usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.

Terhadap ayat ini MK memutuskan, bahwa pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, secara bersyarat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang ketenagalistrikan tersebut menjadi dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

Begitu pula terhadap Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan menyatakan, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.

Terhadap ayat ini MK memutuskan, bahwa pasal 11 ayat 1 Undang-Undang ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945, secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila rumusan dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang ketenagalistrikan tersebut dimaknai hilangnya prinsip dikuasai oleh negara.

"Karena itu Pemerintah harus meninjau ulang rencana menyerahkan aspek transmisi listrik nasional kepada pihak swata ini," kata Mulyanto dalam keterangannya, Selasa (9/2/2021).

Dalam Rapat Panja Listrik Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dan Dirut PLN, Senin (8/2) terungkap, pemerintah bermaksud menyerahkan pembangunan sisi transmisi listrik ini kepada pihak swasta. Pemerintah beralasan PLN tidak memiliki cukup dana untuk investasi. Gap investasi membutuhkan modal swasta sebesar Rp 12-18 triliun.

Rencana pengembangan transmisi listrik akan dilaksanakan untuk 7 interkoneksi antar pulau besar pada 18 ruas transmisi, termasuk dukungan terhadap transmisi prioritas. Skema yang dikembangkan adalah bangun, sewa dan transfer (BLT) atau bangun, rawat, dan transfer (BMT).

"Apapun model kerjasamanya pelibatan swasta dalam pengelolaan transmisi sangat riskan dan berpotensi melanggar Undang-Undang. Menurut saya sebaiknya pemerintah mencari alternatif solusi yang lebih aman. Jangan karena ingin mengejar target distribusi, kita melanggar Undang-Undang," kata Mulyanto.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar