Tewasnya 6 Laskar FPI Berpotensi Dibawa ke Pengadilan Internasional?

Senin, 08/02/2021 18:00 WIB
6 Laskar FPI Tewas Ditembak Polisi di KM 50 Japek (JPNN)

6 Laskar FPI Tewas Ditembak Polisi di KM 50 Japek (JPNN)

Jakarta, law-justice.co - Tim advokasi korban peristiwa KM 50 bersikukuh menyatakan kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) merupakan bentuk pelanggaran HAM berat. Sebab, mereka menilai peristiwa penguntitan hingga menewaskan keenam laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab itu dilakukan secara sistematis.

Dilansir dari Suara.com, Ketua Advokasi Korban Peristiwa KM 50, Hariadi Nasution dalam diskusi bertajuk `Menimbang Peluang Pengadilan Internasional Usut Peristiwa KM 50` secara daring pada Senin (8/2/2021). Hariadi berujar, sejak Habib Rizieq di Arab Saudi telah terjadi pemantauan dan pencekalan.


"Kenapa kita sebut itu pelanggaran HAM berat, karena ini sudah sistematis. Itu dari awal sebelum pulang Habib Rizieq ini sudah dipantau. Sebelumnya dicekal masuk ke dalam sini," kata Hariadi.

Di sisi lain, penguntitan atau survailens surveillance yang dilakukan oleh anggota Polda Metro Jaya terhadap rombongan Habib Rizieq yang dikawal oleh laskar FPI menurut Hariadi juga tidak dibenarkan. Pasalnya, kata dia, ketika Habib Rizieq bukanlah seorang tersangka dalam kasus kejahatan.

"Sebetulnya status dari habib Rizieq ini tidak dalam posisi dia abis melakukan tindak pidana. Contohnya perampokan atau pengedaran narkoba atau kasus pembunuhan gitu, terus dia melarikan diri ya itu bisa dilakukan penguntitan atau surveillance," katanya.

"Tapi kan kenyataan status pelanggaran protokol kesehatan itu juga udah diminta harus memberikan uang (denda) 50 juta," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Hariadi pun menyayangkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait kasus kematian enam laskar FPI. Dia menilai investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM tidak dilakukan secara tuntas.


"Itu yang kita harapkan dari Komnas HAM tuntas dalam melakukan penyelidikan. Padahal kalau tuntas pasti ketemu (dalangnya)," pungkas Hariadi.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar