Sertifikat

Sertifikat Tanah Elektronik Awas Digital Rawan Disalah Gunakan,Benar?

Kamis, 04/02/2021 09:00 WIB
Setifikat Tanah Elektronik  Awas Digital Rawan Disalah Gunakan Apa Saja.Rmal.id

Setifikat Tanah Elektronik Awas Digital Rawan Disalah Gunakan Apa Saja.Rmal.id

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan memulai penggunaan sertifikat tanah elektronik di tahun 2021. Ini adalah kelanjutan dari program Dilan alias Digital Melayani. Melalui Kementrian AATR/BPN, mengeluarkan terobosan baru di bidang hukum pertanahan. Terobosan yang dilakukan pemerintah tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.

Terobosan yang dilakukan pemerintah dalam mengelektronikan sertifikat memuat dua tujuan penting. Pertama adalah tujuan untuk memodernisasi sistem pendaftaran tanah beserta dengan alat bukti kepemilikannya.

Kedua, menurut beberapa sumber, sistem ini juga dipergunakan untuk menghalau mafia tanah.

 

Kelebihan

Tujuan pertama, modernisasi sistem pendaftaran tanah, memiliki setidaknya tiga kelebihan. Kelebihan pertama adalah mengurangi kemungkinan adanya pungutan liar yang kerap dialami oleh masyarakat ketika melakukan pendaftaran tanah.

Dengan sistem elektronik semuanya transparan dan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati.

Kelebihan kedua, masyarakat juga akan lebih mudah dalam mengakses keabsahan kepemilikan tanah apabila hendak melakukan jual beli. Sengketa di pengadilan kerap terjadi dalam persoalan ini.

Contohnya saja jual beli berdasarkan kesepakatan belaka atau berdasarkan alat bukti pembayaran pajak. Jual beli yang belum jelas ini yang di kemudian hari banyak digugat oleh pemilik aslinya.

Ketiga, modernasi ini juga dapat membantu masyarakat dalam soal pendudukan tanah. Masyarakat kadangkala sulit mengakses pemilik asli yang dengan begitu mereka tidak mengetahui apakah tanah tersebut adalah miliknya atau orang lain.

Dengan modernisasi sertifikat ini semuanya bisa terang dan masyarakat dapat mengetahui langkah apa yang mesti diambil terkait dengan hak atas tanahnya yang sedang didudukinya.

Tujuan kedua, atau menghalau mafia tanah, bisa lebih mudah dilakukan dan diakses bersama dengan masyarakat. Dahulu akses ini sulit diperoleh karena belum atau kurang transparannya hal ihwal informasi kepemilikan tanah.

Dengan sistem elektronik, masyarakat akan lebih mudah mengakses dan mengambil tindakan akan kemungkinan kerugian yang diperolehnya.

Kekurangan

Modernasi ini setidaknya memiliki dua kekurangan. Kekurangan pertama adalah soal fakta dilapangan terkait masih banyaknya sengketa yang belum terselesaikan. Baik sengketa yang masih berjalan maupun sengketa yang belum diketahui persoalannya.

Sengketa yang belum diketahui persoalannya salah satunya adalah sengketa akibat adanya dua sertifikat dalam satu bidang tanah.

Permen ATR/BPN Nomor 1/2021 belum menjelaskan betul mengenai kemungkinan adanya dualisme kepemilikan ini.

Jika ditemukan fakta demikian maka alat bukti yang dianggap sah ketika dilayangkannya sebuah gugatan adalah alat bukti sertifikat elektronik atau sertifikat yang berbentuk fisik?

Untuk diketahui bahwa alat bukti elektronik di bidang Hukum Acara Perdata masih menimbulkan pro dan kontra.

Oleh sebab itu selain dibuatkan sertifikat elektronik, pemilik juga mestinya tetap harus memegang bukti fisik. Bukti fisik ini penting untuk menjamin kepastian hak ketika terjadi gugatan atau hal-hal darurat lainnya.

Selanjutnya pemerintah juga perlu memperjelas alat bukti elektronik ini, terkait sertifikat elektronik pula di dalamnya, di bidang Hukum Acara Perdata.

Kekurangan yang kedua adalah soal kemutakhiran sistem. Sistem elektronik ini dinilai masih banyak kekurangan dan kelemahan yang rawan disalahgunakan.

Kita mengetahui penyedia aplikasi sekelas Facebook, Google, dan lainnya saja masih memungkinkan mengalami kebocoran data.

Jika tidak disiapkan betul dengan maksimal, bukan tidak mungkin bocornya data dan dihacknya sistem sertifikat elektronik ini terjadi.

Dan jika itu terjadi maka dapat merugikan masyarakat ke depannya. Persoalan tanah bagi masyarakat adalah soal hidup dan mati, berkurang 1cm saja maka harga diri adalah pertaruhannya.

Bakhrul Amal ,Penulis adalah dosen UNUSIA Jakarta dan Penulis Buku Hukum Tanah Nasional , dilansir dari Rmol.id ,  menyarankan agar pemerintah lebih bisa cermat dalam menghindari kemungkinan persoalan yang disebutkan di atas. Kecermatan itu penting agar tujuan yang diharapkan bisa berjalan sesuai dengan kebaikan bersama.

Jangan sampai, mengutip teori Bastiat soal The Broken Window, terobosan yang baik itu justru menimbulkan dampak yang tidak baik. Dampak yang tidak baik itu bisa berupa dampak yang tampak maupun tak nampak.

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar