Anggaran PEN Naik Jadi Rp691 Triliun, Begini Kata Sri Mulyani

Rabu, 03/02/2021 20:59 WIB
Menkeu Sri Mulyani buka suara soal kenaikan anggaran PEN 2021 (Doc. Kemenkeu)

Menkeu Sri Mulyani buka suara soal kenaikan anggaran PEN 2021 (Doc. Kemenkeu)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali buka suara soal kenaikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021. Sebelumnya, tahun lalu, pemerintah merencanakan anggaran PEN 2021 sebesar Rp372,3 triliun.

Namun, pada awal tahun, Sri Mulyani mengungkapkan dana tersebut naik menjadi Rp403,9 triliun. Kemudian, mnggu lalu saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dia menjelaskan bahwa telah menetapkan anggran PEN yang naik jadi Rp553,1 triliun. Angka ini mendekati realisasi tahun lalu sebesar Rp579,8 triliun.

“Paket yang ada untuk PEN 2021 itu Rp553,1 triliun. Angka ini masih awal sekali. Bahkan, semalam kami baru saja berdiskusi dengan kementerian yang lain, angka ini akan meningkat menjadi Rp691 triliun,” katanya di dalam diskusi virtual, Rabu (3/1/2021).

Sri tidak memaparkan lebih rinci apa saja anggaran yang naik. Tapi pada alokasi sebesar Rp553, triliun, untuk kesehatan dianggarkan Rp104,7 triliun.

Anggaran ini ditujukan untuk pengadaan dan operasional vaksin Covid-19, sarana, prasarana, dan alat kesehatan, biaya klaim perawatan, insentif tenaga kesehatan, dan santunan kematian, serta bantuan iuran BPJS untuk PBPU/BP.

Perlindungan sosial dialokasi Rp150,9 triliun untuk PKH 10 juta KPM, kartu sembako, Prakerja, BLT Dana Desa, bansos tunai bagi 10 juta KPM, subsidi kuota pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan diskon listrik.

Lalu program prioritas Rp141,3 triliun yaitu dukungan untuk sektor pariwisata, ketahanan pangan, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah dan subsidi ke daerah, padat karya K/L, kawasan industri, dan beberapa program prioritas lainnya

Terakhir perlindungan untuk UMKM serta perusahaan keuangan Rp150,06 triliun dengan fokus pada subsidi bunga KUR dan non-KUR, IJP korporasi dan UMKM, penempatan dana, serta penjaminan loss limit dan korporasi.

“Ini menunjukkan dukungan fiskal untuk pemulihan ekonomi dan menangani Covid-19 masih menjadi prioritas yang penting. Dengan deisit 5,7 dari PDB, kita harus bisa mengelola pembiayaan dengan cara yang pruden dan berkelanjutan,” jelasnya.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar