KPK Periksa Sekjen DPR Indra Iskandar, Kasus Helikopter Setneg-PT DI

Sabtu, 30/01/2021 21:29 WIB
Sekjen DPR RI Indra Iskandar (Detik)

Sekjen DPR RI Indra Iskandar (Detik)

Jakarta, law-justice.co - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memeriksa Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengenai proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Sekretariat Negara (Setneg) yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI). Sebelum menjabat sebagai Sekjen DPR, Indra pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum Sekretariat Negara.

Menurut jubir KPK, Indra diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Tahun 2007-2017, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/1/2021). 

"Indra Iskandar, mantan Kepala Biro Umum, Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara, didalami pengetahuannya terkait dengan proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia," ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri.

Pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg ini diduga berujung rasuah. KPK menduga terdapat sejumlah pihak di Setneg yang mendapat `kick back` atas proyek tersebut dari PT DI.

Sebelumnya, pada Selasa (26/1/2021), tim penyidik juga telah memeriksa mantan Sekretaris Kemsetneg, Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemsetneg, Piping Supriatna. Pipin dikonfirmasi penyidik mengenai aliran uang korupsi PT DI ke pejabat di Kemensetneg.

Diketahui, KPK telah menetapkan Budiman Saleh sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penjualan dan pemasaran di PT DI. Budiman Saleh diduga terlibat korupsi ketika menjabat di PT DI sebagai Direktur Aerostructure (2007- 2010); Direktur Aircraft Integration (2010-2012); dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017).

Budiman Saleh diduga terlibat korupsi karena menerima kuasa dari tersangka mantan Dirut PT DI, Budi Santoso untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan.

Selain itu, Budiman Saleh juga disebut turut memerintahkan Kadiv Penjualan agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan. Padahal, Budiman Saleh mengetahui bahwa mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan pemasaran.

Atas dugaan perbuatan melawan hukum tersebut, KPK menduga terdapat kerugian keuangan negara pada PT DI senilai Rp202.196.497.761 dan USD8.650.945. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp315 miliar.

Sejauh ini, dari hasil penyidikan KPK, tersangka Budiman Saleh diduga menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif tersebut sebesar Rp686.185.000. 

Atas perbuatannya, Budiman Saleh diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

(Asep Saputra\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar