Aktivis Sri Bintang Pamungkas Gugat BCA Rp10 M, Begini Kronologinya

Senin, 25/01/2021 17:44 WIB
Aktivis Sri Bintang Pamungkas (Media Indonesia)

Aktivis Sri Bintang Pamungkas (Media Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Aktivis Sri Bintang Pamungkas menggugat PT Bank Central Asia Tbk atau BCA atas perbuatan melawan hukum yakni melelang sertifikat persil wilis yang dijadikan sebagai jaminan atas kredit kepada bank tersebut.

Tak hanya BCA, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta II juga turut menjadi tergugat. Gugatan tersebut terdaftar di pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan nomor perkara 22/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL.

"Persil wilis berikut sertifikatnya adalah hak milik Nyonya Ernalia, yaitu isteri penggugat," tulis penggugat seperti dikutip dari petitum di situs resmi PN Jakarta Selatan, Senin (25/1/2021).

Sertifikat persil yang dimaksud saat ini berada di bawah penguasaan BCA, sebagai obyek hak tanggungan yang seharusnya berakhir pada 2016.

Dalam gugatan tersebut, Sri Bintang juga menyatakan bahwa perpanjangan kredit yang dilakukan BCA terhadap pihaknya bertentangan dengan hukum karena dilakukan tanpa pemberitahuan, kehadiran dan persetujuan pemberi hak tanggungan.

"Menuntut para tergugat membayar penggugat Rp10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) sebagai ganti rugi," ujar petitum tersebut.

Tuntutan ganti rugi tersebut dikarenakan jaminan terpaksa dijual murah untuk membayar utang debitur, senilai Rp2 miliar. Kemudian, penantian kembalinya sertifikat hak milik (SHM) persil wilis selama 5 tahun sejak 2016, senilai Rp1 miliar setahun.

Selain itu, Sri Bintang Pamungkas juga menuntut biaya materiil dan bukan-materiil yang harus dikeluarkan selama satu tahun dengan menyampaikan gugatan dan sidang-sidang di Pengadilan Negeri, dengan kemungkinan banding dalam upaya mencari keadilan dan kebenaran senilai Rp3 miliar.

Sri Bintang juga menuntut para tergugat membayar Rp100 juta untuk setiap hari penundaan atas putusan pengadilan. Terakhir meminta putusan pengadilan dalam provisi ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada proses bantahan, perlawanan atau banding.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar