APBN SILPA Rp 234,6 triliun, Anthony Budiawan: Kok Malah Hutang Lagi?

Minggu, 24/01/2021 21:30 WIB
Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (Sorot)

Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (Sorot)

Jakarta, law-justice.co - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dari cuitan Twitternya dikutip Law-Justice, Minggu (24/1/2021) kembali menyinggung Meteri Keuangan Sri Mulyani, dirinya heran dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang tak masuk akal.

"Di masa resesi kok malah mau menghemat? Kalau begitu apa guna stimulus? Bikin aja defisit Rp0, maka sangat hemat. Target defisit Rp1.039 T, realisasi Rp956 T, rencana utang anggaran Rp1.039 T, realisasi Rp1.191 T. Apa yang hemat? Coba tolong jelaskan. Ini tanya beneran" katanya.

Anthony juga heran jika pemerintah menghemat seharusnya tidak ada SILPA Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol.

"Di mana ada penghematannya? Defisit Rp 956,3 triliun, tapi tarik utang (pembiayaan) Rp 1.190,9 triliun, sehingga ada SiLPA Rp 234,6 triliun. Untuk digunakan tahun depan? Tapi kenapa malah tarik utang lagi? Bukankah kontradiktif? Bahkan SAL 2019 masih Rp212,7 triliun. Untuk apa?" dia heran.

Diketahui, dalam keterangan Pers Rabu (6/1/2021) lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengungkapkan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2020 mencapai Rp234,7 triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang mencapai Rp53,4 triliun.

“Ini sudah ada di UU APBN untuk kemampuan menggunakan SiLPA 2020,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers virtual terkait realisasi APBN 2020 di Jakarta

Menkeu menjelaskan dari sisa lebih itu, sebanyak Rp66,7 triliun dana di antaranya tidak ditarik karena memang ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020.

Penempatan dana itu bertujuan untuk membantu dunia usaha termasuk UMKM dengan kucuran kredit melalui perbankan.

“Tujuannya sampai perekonomian pulih dan kredit naik lagi,” imbuh Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Selain itu, lanjut dia, sebanyak Rp50,9 triliun SiLPA 2020 akan dialihkan untuk anggaran 2021 untuk mendorong program vaksinasi dan UMKM.

“Kami akan terus memaksimalkan sumber-sumber yang ada sehingga pembiayaan APBN sebaik mungkin, biaya sekecil mungkin, risiko bisa dikelola dan efektivitasnya membaik,” imbuh Sri Mulyani.

Sementara itu, realisasi APBN 2020 tercatat defisit mencapai 6,09 persen atau Rp956,3 triliun sehingga lebih rendah dari defisit sesuai Perpres 72 tahun 2020 mencapai Rp1.039,2 triliun.

Total pendapatan negara mencapai Rp1.633,6 triliun atau mencapai 96,1 persen sesuai Perpres 72 tahun 2020 yang mencapai Rp1.699,9 triliun.

Capaian itu menurun sebesar 16,7 persen dari perolehan tahun 2019 mencapai Rp1.960,6 triliun.

Komponen pendapatan negara di antaranya penerimaan pajak mencapai Rp1.070 triliun atau turun 19,7 persen dibandingkan 2019 mencapai Rp1.332,7 triliun.

Belanja negara mencapai Rp2.589,9 triliun atau meroket 12,2 persen dibandingkan tahun 2019 mencapai Rp2.309,3 triliun.

 

 

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar