PKS Minta Pemerintah Turun Tangan Atasi Gugatan Rp 39,5 T Ke Pertamina

Rabu, 20/01/2021 18:27 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Terkait adanya gugatan Rp 39,5 dari Anadarko Petroleum Corporation kepada Pertamina, anggota Komisi Energi (Komisi VII) DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah turun tangan. Menurutnya, kasus tersebut sangat serius sehingga pemerintah harus mencari tahu akar masalah sebenarnya sehingga muncul gugatan dari perusahaan Amerika itu ke badan usaha milih Indonesia.

"Pemerintah wajib membantu Pertamina untuk berembug mencarikan solusi terkait soal gugatan dari perusahaan AS, Anadarko Petroleum Corporation terkait perjanjian impor 1 juta ton (MTPA) gas per tahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik," kata Mulyanto dal keterangan tertulis, Rabu (20/1/2021).

Dia meminta Pertamina juga harus terbuka dan menjelaskan kepada publik soal gugatan tersebut. Jangan sampai, kata dia, Pertamina menutup-nutupi tuntutan hukum terhadapnya sebab angka kerugian yang ditagih Anadarko tidak main-main, yakni sebesar Rp 39,5 triliun.

Terlepas dari siapa yang salah, ujar Mulyanto, pemerintah harus mengupayakan pembatalan gugatan material senilai hampir Rp 40 triliun itu. Mulyanto mengingatkan pemerintah bahwa saat ini negara mengalami kekurangan uang sehingga gugatan itu harus diselesaikan dengan baik.

"Jangan sampai kita harus mengeluarkan kocek sebesar itu untuk sesuatu yang tidak perlu," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Dia menambahkan, gugatan tersebut adalah pelajaran penting agar ke depan pemerintah lebih akurat menyusun perencanaan pertumbuhan kebutuhan energi. "Seperti kasus listrik PLN yang over supply mendekati 60 persen, namun nyatanya kita masih saja bangun pembangkit dengan utang PLN yang mencapai Rp 500 triliun," ungkapnya.

Selain itu, Mulyanto juga mengingatkan perhitungan terhadap pengadaan LNG juga perlu dilakukan secara cermat. Pemerintah harus memastikan jangan sampai di saat produksi LNG surplus, sehingga memungkinkan ekspor pertamina malah mengimpor gas ini dalam jumlah besar.

"Logikanya tidak pas. Padahal diketahui, bahwa transaksi berjalan perdagangan migas kita terus tekor setiap tahun. Semestinya yang dilakukan bukanlah impor gas tetapi ekspor," ujarnya.

Mulyanto menjelaskan, secara umum strategi dasar Indonesia adalah menggenjot lifting migas sehingga dapat lebih baik memenuhi kebutuhan migas domestik dan terus mengurangi impor migas, yang dengan itu defisit transaksi berjalan migas dapat direduksi. "Syukur-syukur kalau bisa surplus. Bukan malah memperbesar defisit transaksi berjalan melalui impor LNG," katanya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar