Faisal Basri: Pegadaian Lebih Baik Jadi Perusahaan Go Public Ketimbang Dilebur dengan BRI-PNM

Senin, 18/01/2021 15:32 WIB
Ekonom Senior Indef, Faisal Basri. (Foto: Istimewa).

Ekonom Senior Indef, Faisal Basri. (Foto: Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengkhawatirkan peleburan BUMN PT Pegadaian (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, dan Perusahaan Nasional Madani (PNM) akan berdampak pada perubahan fungsi dan peran Pegadaian. Menurutnya, kedua perusahaan plat merah ini punya karakter bisnis berbeda.

"Beda sekali antara BRI dan Pegadaian, serta PMN. Saya pikir gagasan ini sesat pikir, enggak pas sama sekali," kata Faisal dalam keterangan tertulis Senin, (18/1/2021).

Faisal menyebut gagasan memajukan UMKM secara totalitas bakal bertolakbelakang dengan rencana pemerintah membentuk perusahaan holding UMKM dengan menggabungkan BRI, Pegadaian, dan PNM.

Dia pun mengusulkan agar Pegadaian menjadi perusahaan terbuka atau Go Public. Tujuannya, agar perusahaan ini bisa tetap melanjutkan fungsinya secara terbuka sehingga masyarakat masih bisa mengaksesnya. "Listing saja ke bursa. Enggak usah gede-gede, 5 persen saja. Saya kira Pegadaian akan semakin berkembang," katanya.

Ekonom senior Indef ini juga menyarankan agar Pegadaian fokus pada bisnis intinya dan tidak latah bermain di sektor usaha di luar keahliannya. "Jual saja hotelnya untuk memperkuat permodalan. Dengan begitu Pegadaian semakin kuat, masyarakat semakin banyak terbantu," ujarnya.

Selain itu, Faisal juga mengkritik Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang dinilai tidak memberi perhatian yang serius kepada kaum petani. "Seperak dua perak uang petani masuk ke BRI. Seharusnya, BRI mengembalikan dana tersebut ke petani. Bukan malah untuk infrastruktur atau pembangunan gedung perkantoran megah di kota-kota besar," ungkapnya.

Dalam Seminar Nasional Serikat Pekerja (SP) Pegadaian di All Sedayu Hotel, Jakarta Utara, Rabu (13/1) lalu, Pengamat Hukum Suhardi Somomuljono mengatakan rencana akuisisi BUMN terhadap Pegadaian akan merubah status lembaga tersebut menjadi perusahaan terbuka yang berpotensi menimbulkan ketidakpastiaan usaha dan ketidakpastian hukum. Akibatnya, yang nanti akan dirugikan adalah rakyat kecil.

Dia lantas mengingatkan agar rencana akuisisi tersebut harus mendapat persetujuan dari DPR RI. “Jangan hanya mengikuti kemauan pemerintah atau menteri BUMN,” ujarnya.

Selama ini, kata Suhardi, Pegadaian punya kewenangan khusus yang diatur oleh undang-undang, seperti melakukan pelelangan barang. Sementara jika diresmikan menjadi perusahaan terbuka, maka Pegadaian tidak lagi bisa secara khusus tunduk terhadap ketentuan yang lama.

Ketua Umum SP Pegadaian Ketut Suhardiono mengatakan, kebijakan holdingisasi tidak akan menguntungkan bagi Pegadaian, mengingat nasabah Pegadaian sebagian besar merupakan masyarakat kecil. "Ini sangat tidak tepat karena dampak dari privatisasi dalam bentuk privatisasi atau akusisi akan berdampak jangka panjang dan sistemik,” jelasnya.

Lagi pula, kata Ketut, Pegadaian merupakan perusahaan yang sehat dengan aset yang cukup besar. Dengan rating perusahaan AAA maka bukan menjadi kendala untuk mendapatkan modal kerja. "Jika rencana ini dipaksakan, pengelolaan perusahaan akan mengerdilkan Pegadaian dan berdampak terhadap rakyat kecil yang kesulitan mencari pembiayaan,” katanya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar