Jeritan Bocah Papua Barat: Gwijangge, Hadapi Tuduhan dan Intimidasi

Rabu, 13/01/2021 14:24 WIB
Gerakan papua merdeka (pikiran rakyat)

Gerakan papua merdeka (pikiran rakyat)

Papua , law-justice.co - Gwijangge, yang tidak fasih berbahasa Indonesia, menjelaskan melalui bantuan seorang penerjemah, dia tidak melakukan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Ia yang masih di bawah umur itu harus menjalani pidana kurungan dan disiksa hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir.

Dilansir dari Matamatapolitik, Warga Papua Barat menghadapi awal 2021 dengan berita duka tentang kematian Mispo Gwijangge, korban tuduhan, intimidasi, dan penyiksaan atas dugaan kejahatan yang tidak dilakukannya.

Beberapa pengacara umum dan pengacara hak asasi manusia, termasuk Amnesty International Indonesia, telah menyampaikan belasungkawa atas kematiannya di Wamena pada 6 Januari 2021 silam, lapor Tabloid Jubi.

Amnesty International Indonesia mengatakan, Gwijangge didakwa atas pembunuhan 17 pekerja PT Istaka Karya di Nduga pada akhir 2018. Namun belakangan Tim Advokasi Papua menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut.

Gwijangge, yang tidak fasih berbahasa Indonesia, menjelaskan melalui bantuan seorang penerjemah, dia tidak melakukan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya.

Dia mengaku berada di kamp pengungsian di Wamena saat pembunuhan PT Istaka Karya terjadi pada 2 Desember 2018. Gwijangge divonis hukuman mati, meski masih di bawah umur, yang seharusnya tidak dijatuhi hukuman mati, tulis Asia Pacific Report.

Michel Himan, salah satu kuasa hukum Gwijangge yang menangani kasus tersebut, sembari mengungkapkan rasa duka yang mendalam, mengatakan Gwijangge telah ditangkap pada 12 Mei 2018. Ia baru berusia 14 tahun saat ditahan di Mabes Polri Jayawijaya.


Di Sel Penjara 333 Hari


Selama 333 hari, dia tetap di sel penjara dan sering disiksa.

Himan mengatakan, tanpa sepengetahuan keluarganya, Gwijangge dipindahkan ke Jakarta karena “alasan keamanan”, sementara persidangan kasus lain pada saat yang sama berjalan lancar.

Gwijangge terpaksa menerima proses hukum yang tidak adil ini. Dia tidak pernah melakukan pembunuhan itu, kata para advokat.

Himan, yang dikenal sebagai pengacara muda terkemuka asal Papua di ibu kota Indonesia, mengenang percakapannya dengan Gwijangge di penjara Salemba, Jakarta.

“Mispo berkata, ‘Saya tidak pernah pergi ke sekolah. Saya tidak bisa membaca dan menulis dan tidak pernah keluar kota, selalu tinggal di desa, saya tidak pernah terlibat seperti yang dituduhkan, saya tidak tahu apa-apa.”

“‘Saya hanya ingin pulang karena tidak ada yang merawat ibu saya. Ibu sendirian di hutan [kamp pengungsi sementara],” kata Mispo kepada Himan sambil menatap awan.

“Kepala saya pusing, dan khawatir dengan ibu. Saya hanya ingin kembali ke Papua secepatnya,” kenang Himan tentang apa yang diceritakan Gwijangge kepadanya.


Pneumonia, Sakit Punggung


Gwijangge menderita pneumonia dan sakit punggung parah akibat penyiksaan yang diterimanya.

“Kami semua khawatir dengan situasinya saat itu. Kami sudah melakukan yang terbaik untuk membantunya demi kesembuhan,” kata Himan.

Tabloid Jubi melaporkan, menurut kakak Mispo berinisial DG, Gwijangge masih trauma setelah ditangkap pada pertengahan tahun lalu. Ia dituduh terlibat pembunuhan puluhan pekerja Tol Trans Papua di Kabupaten Nduga pada awal Desember 2018.

“Dia tidak mau minum obat. Dia khawatir ada yang mencoba mencari-cari kesalahannya, lalu ditangkap lagi,” tutur Dirjen.

Keluarga Gwijangge memutuskan untuk merawatnya dari rumah.

Relawan pengungsi Nduga, Raga Kogeya, mengaku wajar saja jika Mispo Gwijangge masih trauma. Pemuda itu ditangkap dan dituduh melakukan kejahatan yang tidak dilakukannya.

Saat itu, ancaman maksimal yang menunggunya adalah hukuman mati.

Beruntung, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara Gwijangge menolak semua dakwaan jaksa penuntut umum.

Majelis hakim bersedia mempertimbangkan berbagai kejanggalan yang diajukan tim kuasa hukum Gwijangge. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membatalkan penuntutan dan membebaskannya dari penahanan.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar