Kaleidskop 2020

Sederet Kejadian Penting di Peradilan Mahkamah Agung Sepanjang 2020

Jum'at, 01/01/2021 09:16 WIB
Gedung Mahkamah Agung (Foto: Law-justice.co)

Gedung Mahkamah Agung (Foto: Law-justice.co)

law-justice.co - Lembaga peradilan menjadi salah satu sorotan penting sepanjang tahun 2020. Penegakan hukum di Indonesia masih menjadi sasaran kritik karena di sanalah rakyat menggantungkan harapan mendapat keadilan.

Mahkamah Agung mencatatkan rekor perkara sepanjang sejarah tahun 2020, yakni sebanyak  20.532 perkara yang masuk. Lembaga peradilan tertinggi itu juga telah berganti wajah dengan terpilihnya ketua yang baru, yakni Muhammad Syarifuddin menggantikan Hatta Ali.

Ada banyak perkara hukum yang disorot di MA sepanjang tahun 2020 ini, namun yang paling menonjol adalah tentang komitmen pemberantasan korupsi. Ketiadaan Artidjo Alkostar yang sudah purna tugas di MA kembali menimbulkan pesimisme, apakah lembaga itu masih garang kepada koruptor?

Redaksi Law-Justice menyajikan kepada sidang pembaca apa saja kejadian-kejadian penting di MA yang mendapat atensi masyarakat.

Larangan mendokumentasi persidangan
MA baru-baru ini dosorot terkait kebijakan yang melarang perserta sidang untuk mendokumentasikan jalannya persidangan baik berupa foto, rekaman suara, atau video. Wacana tersebut sejatinya sudah ada sejak Januari 2020 melalui Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan, namun dicabut MA karena mendapatkan protes yang keras dari masyarakat.

Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa peserta sidang dilarang mengaktifkan telepon genggang serta melakukan aktivitas yang dianggap mengganggu proses jalannya persidangan.

Wacana larangan mendokumentasikan kembali muncul dengan keluarnya Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, yang resmi berlaku pada 4 Desember 2020. Selain merekam, peserta sidang juga dilarang berbicara satu sama lain, makan, minum, merokok, dan tidur di ruang sidang.

Namun dalam Perma tersebut juga disebutkan bahwa proses dokumentasi diperkenankan asal mendapat izin dari majelis hakim. Peserta sidang bisa meminta izin hakim untuk mendokumentasikan sesaat sebelum persidangan dimulai.

Kebijakan tersebut diprotes karena berpotensi menghilangkan asas-asas keterbukaan dan transparansi dalam suatu persidangan. Kebijaan itu juga dianggap menguntungkan para mafia peradilan yang masih marak di Indonesia.

MA Lepaskan Karen Agustiawan
Pada 9 Maret 2020, MA menjatuhakn vonis lepas terhadap mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan. Karen sebelumnya divonis 8 tahun perjara atas kasus korupsi blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 yang disebut merugikan negara Rp 568 miliar.

Majelis hakim yang diketuai oleh Suhadi, didampingi oleh hakim Krisna Harahap, Abdul Latif, Mohammad Askin, dan Sofyan Sitompul membebaskan terdakwa dari semua tuntutan karena menganggap apa yang dilakukan oleh Karen bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan business judgment rule.

Kerugian negara yang muncul karena kebijakan berbisnis, dianggap tidak bisa dibebankan kepada jajaran direksi. MA berpandangan hal tersebut merupakan bagian dari risiko bisnis yang tidak bisa diprediksi.

Saat menjabat sebagai Dirut Pertamina, Karen melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Selain itu, investasi tersebut tanpa ada persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina. Keputusannya itu pada akhirnya merugikan negara.

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Pada akhir Maret 2020, MA mengabulkan judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya tentang aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Putusan tersebut secara otomatis membatalkan tarif baru iuran BPJS Kesehatan yang naik 100 persen di semua kelas.

Pada Pasal 34 Perpres 75 tahun 2019 menyebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan Kelas III naik dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000. Kemudian untuk Kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan Kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kemudian melakukan JR ke MA karena kenaikan tersebut dianggap bertentangan dengan UU di atasnya. MA memutuskan bahwa Perpres tersebut harus dicabut karena tidak sesuai dengan asas jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Pemerintah sempat mematuhi putusan tersebut dengan kembali menurunkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Sayangnya, pada Juli 2020 presiden Joko Widodo kembali mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas III menjadi sebesar Rp 42.000, kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000, dan kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.

Muhammad Syarifuddin Menjadi Ketua MA yang Baru
Awal April 2020 menjadi babak awal kepemimpinan Muhammad Syarifuddin sebagai pimpinan tertinggi lembaga peradilan, menggantikan Hatta Ali. Syarifuddin terpilih usai mengalahkan pesainnya, Andi Samsan Nganro.

Syarifuddin lahir di Baturaja, Sumatera Selatan pada 17 Oktober 1954. Dia mengawali karir sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 1981. Sempat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bulian, Jambi dan Ketua Pengadilan Negeri Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Pada akhir 1990-an, Syarifuddin menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Baturaja, Sumatera Selatan. Kemudian dipromosi menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2003, Ketua Pengadilan Negeri Bandung pada 2006.

Kepala Badan Pengawasan (Bawas) MA selama 6 tahun, lalu sejak 2012 menjadi salah satu hakim agung di MA.

Nurhadi Didakwa Terima suap Rp 83 Miliar
Sidang perdana kasus suap yang menjerat mantan Sekretaris MA Nurhadi dimulai pada Oktober 2020. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 83 miliar.

Nurhadi tersangkut kasus suap dalam pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali selama kurun waktu 2012 – 2016. Kasus Nurhadi sekali lagi menunjukkan bahwa MA belum lepas sepenuhnya dari Mafia Peradilan.

Idrus Marham Bebas
Bulan September menjadi angin segar buat terpidana kasus korupsi Idrus Marham karena yang bersangkutan resmi bebas setelah menjalani masa hukuman selama 2 tahun. Bebasnya mantan Menteri Sosial itu tidak lepas dari peran MA yang mengurangi masa tahanan yang sebelumnya harus mendekam 5 tahun.

Idrus terjerat kasus kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Mentan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu sebelumnya divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Idrus terbukti bersalah karena menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

Hukumannya diperberat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 5 tahun penjara. Namun Idrus kemudian mengajukan kasasi ke MA, hingga akhirnya beroleh pengurangan hukuman menjadi 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

MA Kurangi Masa Hukuman 8 Terpidana Korupsi
Pada bulan Oktober, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis hasil kajian terhadap pengurangan masa hukuman terpidana korupsi dalam rentang waktu Januari s/d Juni 2020. Setidaknya ada 8 koruptor yang mendapat keringanan hukuman dari MA.

Keringanan hukuman diterima oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Terpidana kasus korupsi proyek Hambalang itu dikurangi hukumannya dari 14 tahun menjadi 8 tahun pada tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Terpidana lainnya yang permohonan PK-nya dikabulkan adalah Dirwan Mahmud, mantan Bupati Bengkulu Selatan dari 6 tahun menjadi 4 tahun 6 bulan. Kemudian mantan panitera PN Jakarta Utara, Rohadi, yang menerima suap perkara penyanyi dangdut, Saiful Jamil, dikurangi hukumannya dari 7 tahun menjadi 5 tahun.

Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyuni, dikurangi hukumannya dari 4,5 tahun menjadi 2 tahun. Mantan Walikota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi menerima pengurangan hukuman dari 6 tahun menjadi 4 tahun.

Selanjutnya, MA menerima PK mantan anggota DPR Musa Zainudin. Hukuman pidana Musa diringankan dari 9 tahun menjadi 6 tahun. Mantan direktur di Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Irman, yang tersandung kasus korupsi e-KTP juga dikurangi hukumannya dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Selain itu, eks pejabat Kemendagri, Sugiharto, yang terlibat kasus e-KTP, juga dikurangi hukumannya dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

Izin Reklamasi Pulau G Diperpanjang
Pada penghujung tahun 2020, MA menolak upaya PK dari Pemprov DKI Jakarta atas izin pembangunan reklamasi Pulau G yang dimiliki oleh PT Muara Wisesa Samudra.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengajukan PK atas vonis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang reklamasi Pulau G pada Mei 2020 silam.

Sebelumnya, Anies mencabut 13 izin pulau reklamasi yang tertuang dalam SK Gubernur nomor 1040/-1794.2 tanggal 6 September 2018 tentang Pencabutan Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 21 September 2012 nomor 1283/-1.794.2 perihal Persetujuan Prinsip Reklamasi 13 pulau.

PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang pulau G yang izinnya juga dicabut tidak terima, lalu menggugat Anies pada 16 Maret 2020 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan didaftarkan dengan nomor perkara 4/P/FP/2020/PTUN.JKT. PTUN mengabulkan gugatan PT Muara Wisesa, MA memperkuat putusan tersebut sehingga Pemprov DKI Jakarta harus memperpanjang izin reklamasi pulau G.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar