Said Aqil Siradj: Kebebasan Demokrasi Beri Panggung Kelompok Radikal!

Rabu, 30/12/2020 11:22 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (Foto: Suara Merdeka)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (Foto: Suara Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj menyebut, aspek kebebasan dalam prinsip demokrasi yang dianut Indonesia saat ini memberi ruang bagi munculnya kelompok radikal.

Kelompok itu pun, kata Said, bebas berekspresi bahkan hingga berpotensi mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kebebasan sebagai bagian watak demokrasi telah memberi panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi merongrong NKRI melalui berbagai provokasi permusuhan dan juga terorisme," kata Said dalam acara Refleksi Tahun 2020 dan Tausyiah Kebangsaan NU Memasuki Tahun 2021, Selasa (29/12).

Said mengingatkan ancaman sistem demokrasi berpotensi dibajak gerakan apapun, baik yang berhaluan fundamentalisme agama maupun fundamentalisme pasar.

Padahal, demokrasi sendiri merupakan sistem yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan publik.

Pada 2020 ini, Said melihat masih banyak kasus intoleransi yang cenderung meningkat.

Dia lantas mengingatkan semua pihak kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

"Perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa," kata dia.

Melihat kondisi tersebut, Said menilai perlu ada upaya yang lebih intensif untuk membangun narasi positif dalam wujud konten yang kreatif di media sosial. Pasalnya, ekspresi demokrasi dan politik selama ini kerap diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial.

Dia menyadari dunia maya sudah berkembang sangat pesat, termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya.

"Sehingga, penyebaran berita bohong, fitnah, dan paham radikalisme yang selama ini teresonasi melalui media sosial bisa diatasi dengan baik," kata Said.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar