Trump Teken RUU, Warga AS akan Terima Uang Bantuan Tunai 8,5 Juta

Senin, 28/12/2020 20:43 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump (Ist)

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Setelah sempat ditolak, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menandatangani anggaran dana paket bantuan COVID-19, yang mencakup bantuan tunai langsung untuk jutaan warga AS yang terdampak pandemi.

Rancangan undang-undang (RUU), paket bantuan bernilai US$ 900 miliar (Rp 12.782 triliun) disepakati oleh Kongres setelah perundingan selama berbulan-bulan.

Paket ini termasuk anggaran senilai US$ 2,3 triliun dengan US$ 1,4 triliun di antaranya untuk anggaran pemerintah federal.

Anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat meminta Trump untuk menandatangani RUU ini sebelum batas waktu tengah malam Senin (28/12). Bila tidak ditandatangani, sejumlah kantor pemerintah harus ditutup.

Sekitar 14 juta warga Amerika mengalami keterlambatan tunjangan pengangguran serta pembayaran bantuan lain.

Siapa saja yang dapat dan kapan diterima?

Dengan ditandatanganinya RUU, ini warga yang terdampak pandemi akan menerima bantuan sekali bayar berjumlah US$ 600 (sekitar Rp 8,5 juta), per orang dewasa dengan tambahan US$ 600 lagi per anak bagi yang berkeluarga.

Melalui skema bantuan ini, keluarga dengan dua anak dapat menerima US$ 2.400. Mereka yang mendapatkan bantuan ini adalah individu dengan penghasilan kotor sampai US$ 75.000 setahun atau kepala keluarga dengan gaji US$ 112.500 atau pasangan dengan pendapatan bersama US$ 150.000.

Yang pertama kali mendapat adalah mereka yang sudah terdaftar dalam jaringan pemerintah. Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan warga Amerika yang berhak mendapatkan bantuan ini akan menerima dana dalam beberapa hari ini.

"Ini proses yang sangat, sangat cepat. Saya tekankan bahwa orang akan mendapatkan uang pada awal minggu," kata Mnuchin kepada CNBC, Senin (28/12/2020).

Meminta tambahan tiga kali lipat

Walaupun Trump telah menandatangani RUU itu, permintaannya agar bantuan untuk warga ditingkatkan dari US$ 600 (sekitar Rp8,5 juta) menjadi US$ 2.000 (Rp 28 juta) per orang, masih tetap akan diproses.
Dewan perwakilan rakyat Amerika akan melakukan pemungutan suara Senin (28/12) terkait permintaan itu.

Tidak jelas apakah para anggota parlemen akan menyepakati pemberian bantuan lebih besar kepada warga ini, langkah yang tidak disetujui oleh banyak pemimpin partai Republik.

RUU paket bantuan stimulus itu disahkan oleh Kongres pada Senin malam (21/12) setelah terjadi tarik ulur selama berbulan-bulan, tetapi menurut Trump paket tersebut "benar-benar memalukan", dan penuh hal-hal yang "mubazir".

Saat itu Trump mengatakan dalam pesan video yang ia unggah di Twitter, "Ini disebut RUU bantuan COVID, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan COVID."

Paket bantuan yang disetujui Kongres US$ 900 miliar di antaranya adalah bantuan tunai sekali bayar US$ 600 untuk sebagian besar warga AS, tetapi menurut Trump jumlah bantuan seharusnya US$ 2.000.

Paket bantuan tersebut digulirkan untuk membantu warga bertahan di masa pandemi dan bantuan itu tercakup dalam RUU belanja pemerintah, termasuk anggaran untuk badan-badan federal sebesar US$ 1,4 triliun selama sembilan bulan ke depan dan juta bantuan untuk negara-negara lain.

Pernyataan Trump membuat para anggota Kongres tertegun. Pasalnya, kubu Republik dan Demokrat telah membahas RUU paket stimulus ini sejak Juli dan berharap Trump akan menandatanganinya menjadi setelah disahkan Kongres pada Senin malam.

Jika Trump memveto atau menolak meneken RUU sebelum Senin depan, pemerintah AS bisa berhenti beroperasi karena paket ini juga mencakup anggaran untuk badan-badan federal sampai September 2021.

Namun demikian, Presiden Trump belum secara khusus menyatakan akan memveto RUU. Kalaupun ia sampai menempuh langkah tersebut, sebagaimana dilaporkan media AS, Kongres masih dapat mengabaikan vetonya karena RUU ini mendapat dukungan kuat dari Republik maupun Demokrat.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar