Gerbong PA 212 Tak Masuk Pengurus MUI, PBNU: Tak Ada Kesengajaan

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menetapkan struktur kepengurusan untuk masa bakti 2020-2025 setelah menggelar musyawarah nasional (MUnas) ke-10. Namun, dari struktur itu, tak ada nama dari gerbong Persaudaraan Alumni atau PA 212 seperti sebelumnya. Spekulasi penyingkiran pun diduga sebagai alasannya.

Namun, terakit hal itu, Formatur kepengurusan MUI dari unsur Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi membantahnya. Dia mengatakan, Tim formatur tidak memandang apakah calon pengurus yang dipertimbangkan adalah anggota PA 212 atau bukan.

Baca juga : Ajak Boikot Produk Israel saat Ramadan, MUI: Lemahkan Ekonomi Mereka

"Tidak ada unsur kesengajaan menyingkirkan ini dan itu," kata Masduki seperti dilansir dari detikcom, Sabtu (28/11/2020).

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU ini menjelaskan MUI adalah organisasi yang terdiri dari perwakilan ormas-ormas Islam, baik ormas besar maupun ormas kecil. Semuanya diakomodasi dalam kepengurusan. "Pendekatannya bukan 212 dan non-212," kata Masduki.

Baca juga : Dukung Seruan Boikot Kurma Israel, MUI: Ini Bentuk Perlawanan!

Tim formatur terdiri dari perwakilan ormas-ormas, perguruan tinggi, pesantren, perwakilan petahana, dan perwakilan zona. Ada tujuh zona yang masing-masing mengajukan satu formatur. Berikut ini tujuh zona itu.

Zona 1: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Kepulauan Riau
Zona 2: Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung
Zona 3: Banten, Jawa Barat, DKI, DIY, Jawa Tengah
Zona 4: Jawa Timur, Bali, NTB, NTT
Zona 5: Kaltara, Kaltim, Kalteng, Kalsel, Kalbar
Zona 6: Seluruh Sulawesi
Zona 7: Maluku Utara, Mauku, Papua, Papua Barat

Baca juga : Ini Dampak Aksi Boikot Produk Pro Israel ke Dunia Usaha dan Warung

Berdasarkan mufakat yang dicapai ormas-ormas, perwakilan tujuh zona, unsur perguruan tinggi, dan pesantren, maka Kepengurusan MUI untuk periode 2020-2025 telah terbentuk. Ketua Umum MUI adalah KH Miftachul Akhyar.

Gerbong PA 212 yang hilang dari kepengurusan MUI yang baru antara lain Din Syamsuddin, Tengku Zulkarnain, Bachtiar Nasir, dan Yusuf Muhammad Martak. Hal ini menjadi pembahasan politikus parpol. Tengku Zulkarnain sendiri sudah menanggapi dengan legowo.

"Kan harus ada regenerasi. Kalau saya merasa cukuplah, 10 tahun jadi wasekjen sudah cukup lama. Jadi saya pikir cukuplah, apalagi saya kan tidak dari organisasi besar awalnya, seperti MUI dan Muhammadiyah," kata Tengku Zul ketika dihubungi, Jumat (27/11).

Din Syamsuddin juga sudah menanggapi. Dia tidak lagi menjabat dalam pengurusan MUI karena tidak bersedia. Din juga mengklarifikasi bahwa dirinya bukan anggota 212.

"Saya pribadi tidak terlibat pada gerakan 212. Dan saya tidak masuk dalam kepengurusan baru adalah karena saya tidak bersedia. Sebelum Munas MUI, saya sudah sampaikan di dalam Rapat Pleno terakhir Dewan Pertimbangan MUI pada 18 November 2020 bahwa saya ingin berhenti dari keaktifan MUI," katanya.