Rais Abin, Prajurit Terhebat yang Pernah Dimiliki Indonesia

law-justice.co - "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" diucapkan Presiden Pertama RI Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada hari ulang tahun  Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.  Memang setiap generasi penerus bangsa sudah selayaknya terus mengingat jasa para pahlawan yang telah gugur dalam merebut kemerdekaan setelah 350 tahun dijajah Belanda.

Rakyat telah mengorbankan darah dan keringat serta air mata. Begitu banyak orang yang saat itu ikut berjuang dan mengorbankan nyawa dalam perang kemerdekaan tersebut. Rais Abin, adalah salah satu anak bangsa yang ikut berjuang untuk meraih kembali kedaulatan Indonesia. Ia bahkan juga mengharumkan nama negara di kancah internasioal.

Rais Abin, lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat, 15 Agustus 1926. Ia sebenarnya tidak memiliki latar belakang pendidikan militer. Setelah menamatkan sekolah dasarnya di kampung halamannya, Koto Gadang, ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pertanian Menengah di Sukabumi, Jawa Barat sambil bekerja di sebuah perkebunan yang berlokasi di antara Purwakarta dan Cikampek.

Namun saat itu, melihat banyaknya pemuda Indonesia yang mengangkat senjata untuk mengusir pasukan Belanda, Rais Abin tergerak untuk ikut mendaftar di Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bagian operasi luar negeri.

Pada tahun 1950, ia pun menjalani pendidikan militer di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD), sekarang  Seskoad. Selesai sekolah, Rais Abin berpangkat mayor. Tahun 1962 ia mengikuti ujian sekolah perwira di luar negeri dan pada 1965, setelah menyelesaikan sekolahnya di Australia, pangkatnya naik menjadi kolonel.

Pendidikannya yang mumpuni dan menjalani tugas militer dengan baik, mengantarkan Rais Abin ke dalam tugas yang lebih berat yaitu menjadi panglima pasukan perdamaian PBB.

Pada tahun 1976 – 1979, ia dipercaya sebagai panglima United Nations Emergency Forces (UNEF) II, suatu pasukan perdamaian dari PBB yang terdiri lebih dari 4000 tentara yang berasal dari berbagai negara di dunia, yaitu Australia, Austria, Kanada, Finlandia, Ghana, Indonesia, Irlandia, Nepal, Panama, Peru, Polandia, Senegal, dan Swedia. UNEF II bertugas menjaga perdamaian antara Mesir dan Israel setelah perang Yom Kippur (Oktober 1973).

Berkat lobi dan diplomasinya, Rais Abin berhasil mempertemukan Presiden Mesir, Anwar Sadat, dengan PM Israel, Menachem Begin, yang dilanjutkan dengan perundingan perjanjian damai di Camp David, dan diakhiri dengan penandatanganan perjanjian damai antara Mesir dan Israel yang dilakukan di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, yang disaksikan Presiden AS, Jimmy Carter, pada tahun 1979.  Rais Abin menjadi satu-satunya jenderal Indonesia yang memimpin ribuan tentara dari seluruh dunia tersebut.

Usai tugas pasukan perdamaian UNEF II berakhir, Mayjen Rais Abin diperintahkan kembali ke Tanah Air. Setelah Rais menjalani penugasan di Markas Besar ABRI, Presiden Soeharto mengirimnya ke Malaysia sebagai duta besar. Pangkatnya pun dinaikkan satu tingkat menjadi letnan jenderal.

“Dia adalah salah satu prajurit terhebat Indonesia. Sekarang di usia 92 tahun, dia masih memiliki sifat kepemimpinan militer itu. Dia mewakili para veteran Indonesia yang terlupakan dan menghidupkan kembali semangat mereka. Seperti Mahathir Mohamad dari Malaysia, yang juga 92 tahun, Rais masih bugar dan aktif,” kata Dasman Djamaluddiin, penulis biografi Rais, dikutip dari Jakarta Globe.

"Meski pun Indonesia dan Israel tidak pernah memiliki hubungan diplomatik, Rais memperoleh persetujuan dari Perdana Menteri Israel saat itu Shimon Peres dan Knesset untuk menjadi komandan UNEF II yang diakui. Menarik juga untuk mengetahui bahwa Rais akhirnya bertemu dengan Shimon Peres di Yerusalem," lanjut Dasman.

Jenderal Rais Abin menikah dengan Dewi Asiah Hidayat, mantan wartawati harian Pedoman, dan putri dari Letjen (Purn) TNI Hidajat Martaatmadja. Pasangan ini dianugerahi tiga orang anak, tujuh orang cucu serta beberapa orang cicit.

Kini di usianya yang telah sepuh, Rais Abin masih dipercaya menjadi Ketua Umum Legiun Veteran RI (LVRI). Ia terpilih kembali dalam Kongres XI LVRI dalam Kongres Nasional di Hotel Borobudur, Jakarta pada 17-19 Oktober 2017 dengan periode 2017-2022. Ia telah menjabat sebagai Ketua Umum DPP LVRI sejak tahun 2007. Tahun ini ia terpilih untuk yang ketiga kalinya. (Dari berbagai sumber)