Isi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang Dinilai Kontroversial

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah mengusulkan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. Perppu yang diusulkan ini langsung mendapat tanggapan dari berbagai pihak salah satunya Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf yang mengingatkan agar pemerintah tidak mencuri kesempatan di tengah situasi krisis.

Dalam keterangan pers yang disampaikannya, Kamis (2/4/2020), terdapat beberapa pasal kontroversial dalam Perppu tersebut.

Baca juga : DKI: Seribu Lebih Pendatang Baru Tiba di Jakarta Usai Arus Balik

Salah satunya menurut Bukhori adalah Bab V Ketentuan Penutup pasal 27 dari ayat (1) sampai (3). Pada pasal 27 ayat (1) tersebut berbunyi: “Biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/ atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan pelaksanaan kebijakan pendapatan negara merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara”

Menurut Bukhori, pasal 27 ini membuat pengambil kebijakan menjadi kebal hukum jika dalam pelaksanaan Perppu ini terjadi maladministrasi seperti penyalahgunaan anggaran, pembiayaan yang tidak efektif dan efisien, penggelapan dana, dan sejenisnya.

Baca juga : Ketika Putusan Mahkamah Konstitusi Ciptakan Krisis Kepercayaan

“Jika kita lebih cermat dalam melihat pasal 27 ini, kita akan menemukan celah yang besar bagi terjadinya tindakan penyalahgunaan anggaran. Sebab, model bantuan seperti ini sangat berisiko menjadi lahan basah bagi pihak yang tidak bertanggungjawab, sebagaimana pola serupa pernah terjadi dalam kasus skandal dana talangan Bank Century,” ujar Bukhori.

Pada pasal 27 ayat (2) berbunyi “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakantugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Baca juga : Dugaan Penggelapan Motor Gadai, Adik Via Vallen Dilaporkan ke Polisi

Selanjutnya di pasal 27 ayat (3) berbunyi “Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada PTUN.”

Politisi asal Jepara ini menilai, pada ayat selanjutnya di Perppu ini, secara tidak langsung menihilkan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan DPR RI untuk melakukan fungsi pemeriksaan dan pengawasan. Logikanya, jika memang ditemukan masalah keuangan dalam pelaksanaan peraturan tersebut oleh BPK atau DPR, pembuat kebijakan yang bersangkutan tidak dapat dituntut  secara perdata maupun pidana dengan dalih tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik.

“Perlu dipahami bahwa Perppu ini terbit tanpa melibatkan partisipasi DPR. Padahal uang yang digelontorkan berasal dari APBN, uang rakyat, sehingga harus ada pertanggungjawaban yang jelas dalam penggunaannya. Kami mengkhawatirkan dengan tidak adanya pengawasan efektif dalam penyaluran dana tersebut, sebagaimana sudah diatur dalam Perppu, berisiko menimbulkan bencana keuangan. Apalagi, jika kemungkinan buruk tersebut benar terjadi, pejabat terkait tidak bisa diseret ke pengadilan. Di mana letak keadilannya?” tutup Bukhori