Wartawan Dilarang Foto dan Merekam Sidang, Ketua MA Perintahkan Cabut

Jakarta, law-justice.co -  

Aturan untuk melarang pengambilan foto dan merekam persidangan, baik oleh publik maupun wartawan beredar beberapa hari terakhir dan membuat kehebohan. Aturan itu berupa Surat Edaran dari Dirketur Jenderal Badan Peradilan Umum. Karena itu Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menginstruksikan agar Surat Edaran bernomor 2 Tahun 2020 itu dicabut.

Baca juga : Singgung Sebaran Dokter Tak Merata, Jokowi: 59 Persen di Pulau Jawa

"Betul. Ternyata setelah diteliti itu sudah diatur dan itu sudah diperintahkan untuk mencabut," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Jumat (28/2/2020).

Andi menuturkan, surat edaran itu dicabut karena tata tertib persidangan sudah diatur dalam sejumlah aturan lain, salah satunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. "Ketua MA sudah memerintahkan kepada Dijen Badilum untuk menarik karena hal itu telah diatur dalam KUHAP, PP Nomor 27 /1983, serta Keputusan Menteri Kehakiman RI," kata Andi.

Baca juga : Tarsum Tersangka Mutilasi Istri Disebut Punya Utang Ratusan Juta

Andi pun memastikan, hadirin sidang tetap dibolehkan mengambil foto selama persidangan berlangsung seperti yang berlaku selama ini. "Ya, seperti biasa lagi," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyebutkan, aturan soal larangan pengambilan gambar saat sidang berlaku untuk seluruh pengunjung persidangan, termasuk wartawan. "Semuanya, itu (berlaku) semuanya. Semuanya ditertibkan supaya patuh pada rambu-rambu yang sama, siapapun tidak boleh mengganggu," kata Abdullah di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Baca juga : KKB Serbu Gereja Kemudian Rampas Barang Jemaat di Pegunungan Bintang

Menurut Abdullah, pengambilan gambar, baik memotret maupun merekam, dapat mengganggu konsentrasi hakim yang sedang menyidangkan perkara. Oleh karena itu, kata dia, bagi wartawan yang hendak meliput persidangan agar meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri sebagai kuasa tertinggi.

Hal itu pula yang tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Peradilan Umum Nomor 2 tahun 2020 tentang `Tata Cara Menghadiri Sidang di Pengadilan Negeri`. "Dari regulasi ini, begitu datang ke pengadilan kan diberi tahu saya mau meliput. Nah itulah izin, karena ini wilayahnya pengadilan, penguasa tertingginya adalah Ketua Pengadilan," kata dia.

Aturan tersebut kemudian mendapat kritik dari sejumlah pihak. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) khawatir larangan itu dapat memperparah mafia peradilan. "YLBHI berpendapat bahwa larangan memfoto, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin ketua pengadilan akan memperparah mafia peradilan yang selama ini dalam banyak laporan sangat banyak ditemukan," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur. (kompas)