PM Singapura Masukan Lagu Lady Gaga di Daftar "Syair Tidak Sopan"

Jakarta, law-justice.co - Lagu-lagu penyanyi pop Amerika Lady Gaga dan Ariana Grande masuk dalam daftar "syair tidak sopan" yang diserahkan kepada anggota parlemen konservatif-sosial Singapura, Senin (1/4). Penyerahan daftar lagu tersebut sebagai bagian dari pernyataan dalam pidato menteri dalam negeri negara kota tersebut.

Pernyataan pada Senin itu berselang hampir satu bulan setelah pembatalan konser kelompok metal Swedia Watain di Singapura karena sejarah kelompok tersebut yang "merendahkan agama dan memuja kekerasan".

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

Singapura terus memperketat pernyataan di depan umum dan media, khususnya apabila menyangkut masalah agama dan ras.

Sebuah foto pernyataan menteri mengena "pembatasan ujaran kebencian" diunggah di Facebook oleh anggota parlemen oposisi Chen Show Mao pada Senin dengan tulisan "Pelajaran hari ini."

Baca juga : Tak Sudi RI Terus Ekspor via Singapura, Luhut: Buka Jalur Baru ke Cina

Unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari seribu kali dan hingga Selasa siang telah mendapat rayusan komentar.

Daftar lagu tersebut adalah "Judas" dari Lady Gaga dan "God is a woman" dari Ariana Grande, demikian pula lagu "Hereby" oleh Nina Inch Nails dan"Take me to the Church" oleh Hozier.

Baca juga : Lawrence Wong PM Singapura Gantikan Lee Hsien Loong Pada 15 Mei 2024

Baik Lady Gaga maupun Ariana Grande sudah pernah mengadakan konser di Singapura.

Menteri Dalam Negeri Singapura K.Shanmugam dalam Facebook pada Selasa mengatakan bahwa dia memberikan daftar tersebut sebagai gambaran bahwa mungkin ada orang yang merasa terganggu.

"Bukan berarti semua dapat dilarang, hanya karena sebagian orang mendapatinya merendahkan," kata Shanmugam yang juga menteri kehakiman.

Dalam pidatonya pada Senin, menteri mengatakan bahwa pendekatan pemerintah dilakukan berdasarkan akal sehat. Dia menambahkan akan melarang segala hal yang menghina atau menyakiti orang lain, atau membiarkan segala yang merendahkan dan menyakiti, tidak bisa dilakukan.

Pernyataan tersebut disampaikan berselang sehari setelah Singapura mengajukan peraturan tentang berita palsu kepada parlemen, menyebabkan kecemasan pada perusahaan internet dan kelompok HAM yang khawatir bahwa hal itu akan memberikan kekuasaan lebih besar kepada pemerintah untuk menghalangi kebebasan pers.